Juni 9, 2017
[Philanthropy Learning Forum] Mempromosikan Keberagaman melalui Filantropi Lintas Iman
Ujaran kebencian (hate speech) terhadap agama serta etnis yang dianggap berbeda makin marak di masyarakat belakangan ini. Dampak negatif dari situasi tersebut telah meningkatkan kekerasan, intoleransi dan diskriminasi atas nama agama. Ditengah situasi tersebut kegiatan filantropi yang dilakukan oleh komunitas, kelompok dan organisasi yang berafiliasi pada agama tertentu juga berkembang pesat. Meski berbasis agama tertentu, dalam praktiknya kegiatan berbagi dan menolong sesama yang dilakukan oleh lembaga-lembaga ini dilakukan tanpa membeda-bedakan suku, agama atau ras tertentu.
Menyadari bahwa filantropi lintas iman dapat menjadi instrumen dalam menciptakan kerukunan, toleransi dan gotong royong, maka Filantropi Indonesia bekerja sama dengan @America mengangkat masalah tersebut dalam acara Philanthropy Learning Forum 17 yang diselenggarakan pada Selasa, 6 Juni 2017. Tema yang diangkat dalam kegiatan ini adalah “Mempromosikan Keberagaman Melalui Filantropi Lintas Iman”. Dihadirkan tiga pembicara dalam acara tersebut, Haidar Bagir dari Filantropi Indonesia, J. Victor Rembeth mewakli Humanitarian Forum Indonesia (HFI), dan Muhammad Nuzul dari Gerakan Mari Berbagi (GMB).
Bagi Haidar, tidak ada batas garis jika ingin melakukan filantropi. Keliru jika ada pendapat umum bila zakat hanya untuk muslim, serta kegiatan filantropi yang dilakukan umat muslim hanya sebatas untuk menolong sesama muslim. Dia menekankan bahwa membagi-bagi kemanusiaan sesuai dengan garis-garis agama tidak bisa dibenarkan dalam tradisi agama Islam. Bahwa Allah mengajarkan bersikap adil yang artinya bermoral dan berbuat baik terhadap mereka yang juga berbuat adil bahkan terhadap non-muslim. Ia mengingatkan bahwa saling memberi lintas iman adalah kunci dari melawan radikalisme yang didasarkan kebencian.
Sementara itu Victor menjelaskan bahwa ruang lingkup HFI hampir sama seperti filantropi dengan mengutamakan persatuan perbedaan dan kejujuran. Ia mengutarakan bahwa tugas utama lembaga kemanusiaan adalah untuk memartabatkan manusia. Selain itu Victor juga mendorong agar dialog dan wacana lintas agama harus menjunjung tinggi kejujuran, dalam arti jangan hanya di depan terlihat baik tapi di belakang malah saling menghujat kembali. HFI sendiri banyak mengalami kasus di mana organisasi lintas agama bisa saling menghormati demi isu kemanusiaan khususnya pada saat bencana atau situasi darurat.
Nuzul dari GMB membagikan tentang misi dari organisasinya. Ia mengatakan gerakan ini mengajak anak muda untuk merasakan langsung bagaimana dia menerima bantuan dari orang lain dan juga berbagi dengan orang lain tanpa memandang latar belakang. GMB ingin mengajarkan bahwa berbagi dalam perbedaan harus dimulai dari diri sendiri dan kemudian ditularkan kepada orang lain.
Bicara mengenai filantropi lintas iman, yang pertama bukan bicara soal keyakinannya, tetapi mengenai nilai-nilai dari agama. Penting untuk menjernihkan sikap agama dalam hubungan antar umat beragama. Mengingat bahwa sekarang ini, dimana berbagai penafsiran mengenai agama nyatanya membuat situasi menjadi meruncing. Upaya untuk menjernihkan sikap beragama juga tidak boleh berhenti hanya pada wacana. Organisasi seperti Filantropi Indonesia dan lembaga lainnya harus terus menerus menyebarkan berita dan melakukan upaya nyata yang memperlihatkan tentang kegiatan filantropi lintas iman. Kita juga harus menggunakan pendidikan dasar dan pendidikan tinggi untuk mengajarkan hidup bertoleransi di tengah masyarakat yang beragam, karena sebagian besar dari mereka tidak tahu mengenai isu dan konteksnya.