Maret 14, 2017
[Siaran Pers] Tinggi, Minat Filantropi Dukung SDGs
Antusiasme lembaga-lembaga filantropi untuk terlibat dan mendukung pencapaian SDGs (Sustainable Development Goals) di Indonesia ternyata cukup tinggi. Hasil riset PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center) dan Filantropi Indonesia menunjukkan bahwa sebagian besar (82%) organisasi filantropi ingin terlibat dan mendukung program-program terkait SDGs. Antusiasme Dukungan ini juga ditunjang tingkat pemahaman terhadap SDGs yang tinggi serta komitmen dan kapasitas kelembagaan. Namun, dukungan lembaga filantropi belum merata ke semua tujuan SDGs dan masih terfokus pada beberapa tujuan SDGs
Hal itu tergambar dari hasil riset PIRAC dan Filantropi Indonesia[1] mengenai “Kesiapan Lembaga Filantropi Indonesia dalam Mendukung Pencapaian SDGs”. Hasil penelitian ini dipresentasikan pada acara diskusi publik dan diseminasi hasil riset yang digelar di Auditorium Kemenko PMK, Jakarta, selasa siang (13/3). Acara yang dibuka oleh Menko PMK Puan Maharani ini dihadiri para pegiat filantropi, pejabat pemerintah, akademisi dan pihak-pihak yang terlibat dalam SDGs. Acara itu juga menghadirkan 3 narasumber sebagai pembahas, yakni Ghafur Akbar Dharma Putera (Staf ahli Kemenko PMK bidang SDGs Pasca 2015), Nur Efendy (Ketua FOZ/ Forum Zakat).
Hasil riset PIRAC dan Filantropi Indonesia menunjukkan sebagian besar (82%) dari 85 organisasi filantropi yang menjadi responden ingin terlibat dan mendukung program-program terkait SDGs. Hanya 13% dari responden yang menjawab tidak ingin terlibat dalam SDGs. Dari jumlah tersebut, 51% diantaranya mengaku sebelumnya terlibat dalam program MDGs (Millenium Development Goals). Hal ini mengindikasikan bahwa lembaga-lembaga filantropi yang sebelumnya tidak terlibat dalam MDGs menunjukkan minat dan antusiasme untuk terlibat dalam SDGs.
Tingginya minat lembaga filantropi untuk terlibat dan berperan dalam program-program SDGs itu dipengaruhi oleh pemahaman dan persepsi mereka terhadap SDGs. Hasil riset menunjukkan bahwa 73% responden mengetahui tentang SDGs. Riset juga memetakan 3 tingkatan pengetahuan lembaga filantropi dalam memahami SDGs. Pertama, responden hanya mengetahui informasi-informasi umum seputar SDGs. Kedua, responden memahami 17 tujuan SDGs dan bisa mengaitkan serta menyelaraskannya dengan program-program lembaga. Ketiga, Pemahaman responden sudah mencapai target dan indikator-indikator SDGs serta mengaitkan dengan program-program organisasinya. Pegiat filantropi juga memahami bentuk-bentuk keterlibatan dan kontribusi lembaga dalam mendukung SDGs serta manfaat yang didapat dengan mendukung SDGs. Beberapa lembaga filantropi bahkan berhasil memobilisasi dukungan publik dan sektor swasta dengan mengaitkan program dengan tujuan dan target SDGs.
Hasil riset juga menunjukkan bahwa lembaga filantropi yang jadi responden memiliki persepsi yang baik terhadap SDGs. Mayoritas dari mereka setuju bahwa SDGs memiliki keselarasan terhadap program dan kerja lembaga. Hal ini dikarenakan sebelum adanya SDGs, lembaga filantropi telah memiliki program-program peningkatan kesejahteraan masyarakat seperti kesehatan, pendidikan, penyantunan dan lain-lain seperti dalam tujuan SDGs. Mayoritas lembaga filantropi juga berpendapat bahwa mereka harus mengawal dan mengawasi pencapaian SDGs. Lembaga filantropi yakin bahwa perangkat kerja (tools) SDGs yang digunakan dapat memastikan program-program dapat terimplementasi dan berkontribusi pada pencapaian SDGs. Dalam pelaksanaan program, kemitraan menjadi perhatian bagi lembaga filantropi. Mayoritas lembaga filantropi berpendapat bahwa dalam menjalankan program SDGs lembaga harus bermitra dengan pemerintah dan pemangku kepentingan nya, seperti LSM, perusahaan, perguruan tinggi, dan yayasan sosial lainnya.
Penelitian juga mengkaji keselarasan program-program lembaga filantropi dengan 17 tujuan SDGs. Hasil analisis menunjukkan bahwa program-program yang dijalankan lembaga filantropi terkait dan selaras dengan 17 tujuan SDGs. Konvergensi program-program lembaga filantropi ini dapat menjadi kontribusi mereka bagi pencapaian SDGs. Konvergensi disini dimaknai sebagai pengintegrasian capaian program untuk digunakan dan diarahkan sebagai kontribusi lembaga filantropi dalam pencapaian tujuan dan target SDGs.
Penelitian menemukan bahwa sebagian besar lembaga filantropi mendukung dan menjalankan program pendidikan (25%), kesehatan (18%), penyantunan dan pelayanan sosial (15%), kebencanaan dan kedaruratan (10%) dan ekonomi produktif (10%). Jika dikaitkan dengan 17 tujuan SDGs, tergambar adanya ketimpangan dukungan pada masing-masing tujuan SDGs. Hasil riset menunjukkan bahwa program-program filantropi banyak terkait dan mendukung pencapaian tujuan 1 (tanpa kemiskinan), tujuan 3 (kehidupan yang sehat dan sejahtera) dan dan tujuan 4 (pendidikan berkualitas). Ini jadi tantangan yang perlu dipikirkan bersama pemecahannya agar tujuan-tujuan SDGs lainnya bisa mendapatkan dukungan dan targernya. ercapai
Sementara kajian terhadap kapasitas organisasi filantropi dalam mendukung SDGs menunjukkan nilai di atas rata-rata atau hampir mendekati katagori kuat. Dari 16 komponen kapasitas organisasi yang dinilai, kapasitas organisasi yang memiliki nilai tinggi adalah perencanaan program dan kegiatan, pengembangan dan inovasi program, monitoring dan evaluasi, serta penyebaran dan penyediaan informasi untuk publik. Sementara Komponen kapasitas dan profesionalisme staf mendapatkan nilai terendah dan menjadi tantangan mereka dalam pengembangan program dan organisasi.
Agar dukungan dan kontribusi lembaga filantropi lebih optimal dalam mendukung SDGs, diperlukan upaya sosialisasi SDG di semua level organisasi. Kurangnya pemahaman terkait posisi strategis dan relevansi SDG dengan pengembangan organisasi, agenda pembangunan nasional dan daerah membuat SDG dipandang sebatas agenda internasional. Hal ini berdampak pada rendahnya komitmen organisasi dan lemahnya inisiatif dalam mendayagunakan SDG sebagai kerangka kerja dan alat bantu untuk mengakselerasi capaian program serta mendukung pembangunan nasional dan global.
Selain itu, organisasi filantropi perlu didorong untuk lebih membuka diri, bersinergi dan membangun kemitraan dengan stakeholder SDGs lainnya. Keragaman organisasi dan program lembaga filantropi mestinya menjadi peluang atau kekuatan untuk saling melengkapi dalam pelaksanaan program-program terkait SDGs. Sinergi program antara organisasi dapat melengkapi ketidak tersediaan cabang organisasi filantropi, membantu dalam menjangkau sebaran wilayah program dan penyebaran dukungan terhadap isu yang diusung. Sementara Pemerintah diharapkan berperan lebih aktif sebagai koordinator dan fasilitator untuk mewujudkan sinergi dan kemitraan tersebut. Pemerintah juga diharapkan menyediakan kebijakan yang lebih kondusif melalui kemudahan, fasilitasi, apresiasi serta insentif perpajakan bagi lembaga-lembaga filantropi yang mendukung pencapaian SDGs.
[1] Penelitian menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif serta melibatkan 85 organisasi filantropi sebagai responden Pengambilan datanya dilakukan melalui kajian dokumen/pustaka, survei, wawancara mendalam dan FGD (Focussed Group discussion)