Desember 8, 2017
[SIARAN PERS] Klaster Filantropi Kesenian dan Kebudayaan Indonesia: Langkah Galang Sumber Daya untuk Dukung Kemajuan Indonesia
Kesenian dan kebudayaan sebagai salah satu elemen dalam pembangunan manusia di Indonesia diperlukan untuk membantu menguatkan identitas dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam menghadapi kompetisi global. Untuk itulah, dibutuhkan sebuah sistem pendanaan sektor seni dan budaya sebagai wujud kepedulian serta peran aktif masyarakat untuk membangun ekosistem kebudayaan yang lebih baik di Indonesia.
Untuk membantu kemudahan partisipasi berbagai pemangku kepentingan menggalang sumber daya – termasuk pemerintah, korporasi dan berbagai individu dari masyarakat umum, dibentuklah Klaster Filantropi Kesenian dan Kebudayaan Indonesia yang diluncurkan pada Kamis (7/12/2017) di Mini Stage Festival Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Gedung Persediaan PT KAI Bandung. Peluncuran tersebut dihadiri oleh Fadjar Hutomo (Deputi Akses Permodalan Bekraf), Timotheus Lesmana Wanadjaja (Filantropi Indonesia), dan Linda Hoemar Abidin (Koalisi Seni Indonesia). Dalam acara ini juga dilakukan penandatanganan pernyataan komitmen bersama antara Filantropi Indonesia, Koalisi Seni Indonesia dan Bekraf. Komitmen bersama ini akan segera ditingkatkan menjadi nota kesepahaman di antara lembaga-lembaga tersebut dalam waktu dekat. Acara tersebut merupakan salah satu sesi dalam perhelatan Festival Bekraf yang berlangsung selama 4 hari di Bandung Creative Hub dan Gudang Persediaan PT KAI Bandung.
Terang Linda, “Melalui penandatanganan pernyataan komitmen bersama ini, lembaga-lembaga yang terkait sepakat saling mendukung dan bekerjasama mendorong filantropi untuk kemajuan kesenian dan kebudayaan Indonesia.”
Deputi Akses Permodalan Bekraf, Fadjar Hutomo, menambahkan, “Bekraf telah menandatangani perjanjian kerjasama dengan Filantropi Indonesia tahun 2016 untuk saling menunjang pengembangan ekonomi kreatif (ekraf). Kami menyadari peran penting Filantropi sebagai salah satu sumber pembiayaan non perbankan bagi pelaku ekraf. Harapan kami, melalui penandatanganan pernyataan komitmen bersama tentang Klaster Filantropi Kesenian dan Kebudayaan ini, pihak yang menandatangani ini berkomitmen untuk bersinergi dalam pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing, mengingat kemajuan ekraf tidak lepas dari kemajuan seni dan budaya masyarakat yang memiliki intelectual property sebagai modal utama.”
Hingga saat ini, sumber pendanaan komunitas seni masih terbatas. Berdasarkan penelitian Koalisi Seni Indonesia tahun 2015 tentang keberlangsungan 227 lembaga seni di 8 kota di Indonesia, total hanya 15% lembaga seni yang memiliki akses dana publik yang disediakan oleh pemerintah daerah dan nasional, Kebanyakan lembaga, sekitar 79% mengandalkan pendanaan utamanya secara swadaya. “Dukungan filantropi untuk kesenian sangatlah penting. Kesenian mengasah kreativitas dan daya imajinasi kita, dua hal ini diperlukan agar kita dapat terus berinovasi demi masa depan Indonesia yang lebih maju,” jelas Linda.
Filantropi di Indonesia untuk sektor seni dan kebudayaan pernah diteliti oleh lembaga PIRAC (Public Interest Research and Advocacy), yang menunjukkan bahwa seni masih belum menjadi prioritas fokus kedermawanan. Tahun 2017, dari 1.372 kegiatan sosial yang dilakukan perusahaan-perusahaan swasta, dengan nilai dukungan mencapai Rp 44 milyar, hanya 18,1% yang ditujukan untuk seni dan budaya.
Saat ini pokok pendanaan negara untuk seni dan budaya telah diatur dalam UU Pemajuan Kebudayaan No.5/2017 pasal 47 dan 48. Namun demikian, diharapkan melalui pembentukan Klaster Filantropi Kesenian dan Kebudayaan Indonesia usaha-usaha mendorong dukungan filantropi individu dan lembaga semakin tersinergi dengan baik.