Januari 31, 2017
[Philanthropy Learning Forum] Zakat On SDGs
Zakat On SDGs: Potensi, Peran, Dan Tantangan Pendayagunaan Zakat Untuk Mendukung SDGs
Pada Kamis, 26 Januari 2017 Filantropi Indonesia bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan United Nations Development Programme (UNDP) menggelar Philanthropy Learning Forum (PLF) 13. Bertempat di kantor UNDP yang berada di Menara Thamrin, tema yang diangkat dalam PLF 13 kali ini adalah Zakat On SDGs: Potensi, Peran, Dan Tantangan Pendayagunaan Zakat Untuk Mendukung SDGs. Tema ini diambil mengingat zakat dapat menjadi sumber daya alternatif dalam mendukung pencapaian SDGs di Indonesia serta sumber daya filantropi yang paling potensial di Indonesia.
Pemateri pertama, Wahyuningsih Darajati yang merupakan Direktur Kehutanan Dan Konservasi Sumber Daya Air Kementrian PPN/ Bappenas mengatakan perlu dibuat perpres mengenai SDGs. Belia juga memaparkan 4 pilar SDGs yaitu pilar pembangunan sosial, pilar pembangunan ekonomi, pilar pembangunan lingkungan, dan pilar pembangunan hukum dan tata kelola. Dalam rangka pencapaian SDGs maka dibentuk Tim Koordinasi Nasional yaitu Dewan Pengarah, Tim Pelaksana, Kelompok Kerja, dan Dewan Pakar. Dewan Pengarah merupakan Presiden dengan dibantu 4 menteri. Sementara untuk tim pelaksana berada di bawah tanggung jawab Bappenas.
Sementara itu, Nana Mintarti yang merupakan anggota Baznas menyatakan bahwa di Indonesia ada trend peningkatan ZIS (Zakat, Infaq, Shadaqoh) dari tahun ke tahun, meskipun belum didukung perkembangan implementasinya. Berdasarkan data dari UIN Syarif Hidayahtullah, apabila benar-benar dikembangkan potensi data zakat nasional dapat mencapai Rp. 19,3 triliun. Fakta lain diungkapkan beliau bahwa di Indonesia, zakat paling banyak bukan dikeluarkan oleh individu tetapi lembaga. Selain itu beliau juga membahas mengenai proposi penyaluran utama zakat yang masih kebanyakan untuk bidang sosial dan pendidikan. Ibu Nana juga mengingatkan bahwa diperlukan audit syariah dari Kementrian Agama agar manajemen zakat dapat berjalan baik.
Sebagai pemateri terakhir, Haidar Bagir menegaskan bahwa harus dibedakan antara zakat, infaq, dan sedekah. Akan ada banyak manfaat apabila zakat dikaitkan dengan SDGs. Berkaitan dengan itu, ia menambahkan bahwa di antara 8 asnaf, ada makna bahwa amil berhak atas zakat meskipun mereka kaya. Dalam hal ini berarti amil berhak dalam pengelolaan zakat. Ia juga mepertegas untuk jangan merekut amil karena mereka tidak memiliki kerjaan. Oleh karena itu dibutuhkan resource zakat yang mumpuni baik nasional maupun internasional. Integrasi zakat ke dalam SDGs bukanlah sebuah perkara yang mudah karena ada beberapa tantangan yang harus dijawab. Apakah SDGs sudah sesuai dengan asnaf? SDGs bersifat universal tanpa memandang agama, apakah zakat bisa demikian?
Tidak dapat dipungkiri bahwa Lembaga Amil Zakat (LAZ) juga telah berkembang pesat di Indonesia. Sering kali terjadi tindakan mengklaim keberhasilan dan kesuksesan pemberdayaan masyarakat diantara LAZ. Tentu tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan, karena untuk mewujudkan sistem pengelolaan zakat yang mumpuni diperlukan kerjasama antar berbagai pihak. Oleh karena itulah untuk masing-masing poin SDGs yang berjumlah 17 perlu diciptakan suatu indikator yang dapat digunakan oleh lembaga zakat dalam pengelolan zakat, beserta metodologinya.