Oktober 8, 2016
[Philanthropy Learning Forum] Peran Unik Filantropi untuk Pencapaian SDGs
Lembaga filantropi di Indonesia diharapkan bisa berperan signifikan dalam pencapaian target SDGs (Sustainable Development Goals). Kontribusi filantropi sangat dibutuhkan karena keberhasilan SDGs akan bergantung pada kemitraan global yang inklusif, keterlibatan aktif pemerintah, masyarakat sipil dan sektor swasta, serta cara-cara inovatif untuk memobilisasi sumber daya keuangan dan teknis. “Lembaga filantropi bisa berperan dengan menawarkan pendekatan baru yang saling melengkapi, disertai dengan sumber daya dan keahlian teknis yang unik dibandingkan dengan lembaga pemerintah dan swasta.,” kata Franciscus Welirang, Ketua Badan Pengarah Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI), di acara Philanthropy Learning Forum I pada kamis siang (19/11/2015) di Auditorium Wisma Indocement, Jakarta.
Menurut Franciscus, keistimewaan lembaga filantropi adalah kemampuannya untuk mengambil risiko yang lebih besar dan menetaskan proyek-proyek baru yang menunjukkan keberpihakan kepada isu atau masyarakat terpinggirkan atau kurang mendapatkan perhatian. Lembaga filantropi juga memberikan perhatian dan dukungan kepada cara-cara baru dalam berderma yang lebih strategis dan efektif dengan melibatkan anak muda dan penggunaan teknologi informasi. “Lembaga filantropi juga memiliki hubungan yang luas dengan organisasi masyarakat sipil (OMS) dan komunitas lokal melalui fungsi hibah mereka,” jelasnya.
SDGs merupakan seperangkat tujuan universal berikut target dan indikatornya dari agenda pembangunan di tingkat global yang disepakati pada pertemuan United Nation Sustainable Development Summit di New York Amerika Serikat, pada 25 September 2015. SDGs mengandung 17 tujuan dengan 109 target dan diharapkan dapat menanggulangi berbagai masalah global, termasuk menghapuskan kemiskinan dan kelaparan, memajukan kesehatan dan pendidikan, membangun kota-kota secara berkelanjutan, memerangi perubahan iklim, serta melindungi lautan dan hutan. SDGs didukung oleh 193 negara anggota PBB dan digunakan untuk membingkai rencana pembangunan nasional negara-negara di seluruh dunia selama 15 tahun ke depan.
Untuk meningkatkan peran dan keterlibatan lembaga filantropi dalam pencapaian SDGs, telah diluncurkan SDGs Philanthropy Platform oleh tiga lembaga filantropi global, yakni Ford Foundation, Conrad N. Hilton Foundation, dan The MasterCard Foundation bersama United Nations Development Programme (UNDP), Rockefeller Philanthropy Advisors dan Foundation Center. Penerapan platform tersebut dimulai di beberapa negara percontohan, yakni Ghana, Kenya, Kolombia dan Indonesia. Sementara mitra utama SDGs Philanthropy Platform di Indonesia adalah Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI),
Timotheus Lesmana, Ketua Badan Pengurus PFI, menjelaskan bahwa SDG Philanthropy Platform bertujuan untuk memfasilitasi dialog internasional untuk tujuan kolaborasi antar lembaga filantropi. Platform ini berfokus pada upaya untuk memasukkan filantropi di lanskap pembangunan dengan membantu lembaga-lembaga filantropi lebih memahami peluang untuk terlibat dalam proses dan tujuan pembangunan global. “Platform ini juga akan membantu pemerintah dan badan-badan PBB dalam memahami nilai tambah dari keterlibatan langsung lembaga-lembaga filantropi, termasuk memperkuat aspirasi dari para penerima manfaat dan mitra lembaga filantropi dalam menentukan dan mencapai target pembangunan,” jelasnya.
“PFI akan mendorong efektivitas penerapan SDG Philanthropy Platform di Indonesia dengan mengembangkan diskusi dan dialog untuk sosialisasi SDGs, memfasilitasi kolaborasi dan kemitraan antar lembaga filantropi dan lembaga filantropi dengan pemerintas, sektor swasta dan organisasi masyarakat sipil, serta mengadvokasi berbagai kebijakan yang menghambat kontribusi filantropi terhadap SDGs. Salah satu kebijakan yang menjadi prioritas kami adalah insentif perpajakan yang sampai saat ini belum efektif dan kurang mendukung pengembangan filantropi di Indonesia” jelasnya.
Secara umum filantropi di Indonesia telah berkembang dalam hal jumlah dan jenis kontribusi amal, yang didorong oleh adat istiadat setempat, hubungan masyarakat, dan nilai-nilai agama. Pesatnya perkembangan filantropi di Indonesia juga didorong oleh pesatnya pertumbuhan ekonomi yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan populasi orang super kaya (populer disebut HNWI/ High Net Worth Individual) paling cepat di Asia. Laporan Wealth Insight menunjukkan bahwa populasi HNWI di Indonesia tumbuh sebesar 67% antara tahun 2007 dan 2011 dan memegang kekayaan gabungan sebesar US$ 241 miliar. Pesatnya pertumbuhan HNWI juga telah mendorong banyak keluarga kaya di Indonesia mendirikan yayasan keluarga dalam beberapa tahun terakhir. Sementara The CAF World Giving Index Report (2014) menempatkan Indonesia sebagai salah satu dari 10 negara teratas yang masyarakatnya gemar menyumbang untuk kegiatan amal. Laporan itu menyebut 66% atau 117 juta orang orang Indonesia memberikan uang untuk kegiatan amal. Sementara Penelitian penelitian PIRAC bersama Dompet Dhuafa (2015) menunjukkan sumbangan yang disalurkan perusahaan pada tahun 2014 mencapai Rp 12,45 triliun atau sekitar Rp 1,04 triliun per bulan. Sedangkan Filantropi Islam juga berkembang pesat yang ditandai dengan terus meningkatnya perolehan dana zakat (Rp. 3,2 triliun pada tahun 2014) dan perluasan pemanfaatan zakat, Infaq dan Sedekah untuk program pembangunan social (HA/PFI)