November 21, 2016
[Philanthropy Learning Forum] Peran dan Tantangan Cause-Related Marketing Bagi Perkembangan Filantropi
Pada tanggal 17 November 2016, Filantropi Indonesia kembali menggelar Philantropy Learning Forum (PLF) yang ke-11, bekerja sama dengan Dompet Dhuafa yang merupakan salah satu member FI. PLF 11 yang digelar di gedung Philanthropy Building Dompet Dhuafa ini, bertemakan Cause-Related Marketing: Peran Dan Problematikanya Dalam Pengembangan Filantropi. Diskusi kali ini dipandu oleh M Thoriq Helmi dengan menghadirkan empat narasumber yaitu M Gunawan Alief yang merupakan ketua Indonesia CSR Society, Maria ‘Mia’ Dewantini Dwianto, Head of Corporate Communications PT Unilever Indonesia Tbk, Yuli Pujihardi, Presiden Direktur Dompet Dhuafa Corpora, dan Hamid Abidin, Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia.
Salah satu bentuk Cause-Related Marketing (CRM) adalah penyisihan uang kembalian belanja milik konsumen, dimana setelah uang ini terkumpul dalam jumlah banyak maka akan disumbangkan ke organisasi sosial. Bapak Gunawan Alief menyebutkan bahwa program CRM dimulai pada tahun 1983, di Amerika. Saat itu perusahaan kartu kredit AMEX (American Express) berkomitmen untuk menyisihkan US$1 dari setiap pembukaan kartu kredit. Nantinya uang yang sudah terkumpul akan digunakan bagi perawatan Patung Liberty.
Dia menambahkan bahwa sumbangan yang dikelola dalam bentuk CRM bertujuan juga untuk meningkatkan reputasi. Persepsi konsumen terhadap tanggung jawab sosial perusahaan dapat mempengaruhi kepercayaan konsumen. Kepercayaan ini tentu dapat meningkatkan penjualan produk-produk. Pendekatan melalui CRM ini merupakan pendekatan yang paling kreatif dan berbiaya efektif. Salah satu fakta menarik yang disebutkan Pak Gunawan adalah CRM kadang kala digunakan perusahaan produk premium sebagai bentuk rasa bersalah mereka.
Panelis kedua, Ibu Mia dari Unilever, kemudian menjelaskan bahwa produk Unilever yang diintegrasikan dengan CRM merupakan produk brand yang diminati di pasaran dengan harga terjangkau. Bagi Unilever, CRM tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan penjualan tetapi juga strategi bisnis mereka secara menyeluruh (360). Melalui CRM Unilever tidak hanya ingin meningkatkan bisnis tetapi sejalan dengan itu juga ingin menurunkan atau menekankan dampak lingkungan serta secara sosial juga bisa mengajak atau mengedukasi masyarakat untuk memiliki gaya hidup yang sehat.
Sementara itu Yuli Pujihardi berpedoman pada penelitian dari PIRAC yang menyatakan bahwa konsumen akan membeli produk yang terintegrasi CRM apabila tujuan dari CRM tersebut untuk program pendidikan, pengembangan ekonomi, kesehatan, sanitasi dan penyediaan air bersih, bencana, dan kelaparan. Perusahaan, organisasi sosial, dan masyarakat menganggap bahwa CRM memiliki tujuan yang baik tetapi juga menimbulkan berbagai problematika.
Hamid Abidin memaparkan persoalan CRM begitu banyak misalnya, program yang tidak berizin, perusahaan memberikan informasi yang minim dan tidak lengkap, penyampaian penawaran kurang tepat dan memaksa, laporan keuangan minim atau nihil, periode program tidak jelas, pendayagunaan sumbangan yang terpusat, minimnya/nihilnya pengakuan dan apreasi terhadap sumbangan pelanggan, dan sebagainya. Hamid juga mengingatkan bahwa perusahaan yang melakukan CRM harus mengetahui regulasi dan berpedoman pada UU seperti UU No. 9/1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang, selain itu jangan dikesampingkan pula hak-hak dari para donator atau penyumbang.