Desember 7, 2016
[Event] Expert Group Meeting on Developing Partnerships for SDGs – Asia and Pacific
Divisi Pembangunan Berkelanjutan (Division of Sustainable Development) dari United Nations Department of Economic and Social Affairs (UN-DESA) mengadakan Pertemuan Kelompok Ahli yang membahas tentang “Mengembangkan Kemitraaan untuk mendukung peninjauan Forum Politis Level Tinggi – Asia dan Pasifik”, pada hari Senin, 28 November 2016 yang lalu di United Nations Conference Centre, Bangkok, Thailand.
Pertemuan ini termasuk dalam rangkaian United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (ESCAP) SDG Week, yang berlangsung dari tanggal 28 November – 2 Desember. Filantropi Indonesia mendapat undangan sebagai aktor dari sektor swasta di Indonesia yang aktif melakukan dan mendorong kemitraan antar sektor untuk pencapaian SDGs. Pertemuan ini mengundang juga perwakilan dari berbagai sektor dan bidang, termasuk akademisi, lembaga PBB, pemerintahan, dan NGO. Tujuannya adalah untuk melihat berbagai elemen dari kemitraan, menelaah model kemitraan yang sukses, serta tantangan-tantangan dari tahapan pengembangan kemitraan.
Struktur dari pertemuan dibagi menjadi empat sesi yang saling berkaitan, di tiap sesi ada panelis pembicara yang membagikan pengalaman mereka di bidang dan organisasi masing-masing tentang kemitraan untuk SDGs. Setelah itu ada diskusi interaktif untuk membahas isu-isu yang dibahas dengan lebih dalam dari para peserta yang lain.
Sesi 1 – Pendekatan inovatif dari kemitraan dalam menjalankan SDGs
Dalam sesi ini pembicara dan peserta forum diajak untuk melihat beberapa pendekatan kemitraan yang sudah ada, yang sedang bertumbuh dan inovatif menuju pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Ada lima pembicara dan diskusi sesi dipimpin oleh moderator. Dari diskusi di sesi ini peserta pertemuan membahas beberapa temuan dan tantangan ke depan mengenai model kemitraan antar sektor: Bahwa kemitraan memiliki peran sebagai conveyor role yang menhubungkan antar titik atau aktor yang memiliki tujuan dan visi yang sama, kemitraan harus memberdayakan komunitas yang ingin dibangun, perlu ada insentif untuk pihak-pihak yang menjadi pelopor kemitraan di bidang masing-masing (seperti hibah atau sistem penghargaan), dan penekanan akan peran iptek dalam membentuk kemitraan justru dapat berdampak buruk terhadap prinsip “leaving no one behind”.
Sesi 2 – Model tata kelola kemitraan, akuntabilitas dan keterlibatan pemangku kepentingan
Sesi kedua pada hari itu berbicara mengenai bermacam-macam model tata kelola kemitraan, termasuk bagaimana melibatkan pemangku kepentingan dari beragam perspektif dengan cara-cara yang efektif. Beberapa pembicara menyampaikan tantangan dan isu yang hampir sama mengenai topik ini, yaitu isu kepercayaan dan minimnya keterlibatan pihak penerima bantuan. Dipercaya bahwa agar kemitraan antar sektor dan pemangku kepentingan dapat berjalan baik, harus ada pendekatan inklusif, komunikasi yang terbuka, serta komitmen dari semua pihak. Dengan adanya kepercayaan dari pihak pemerintah, swasta maupun masyarakat sipil, maka bentuk governance (tata kelola) bagi kemitraan yang ideal dapat tercipta. Selain itu, kemitraan juga harus berani merangkul kontradiksi yang akan muncul dan bisa mengatasi ketimpangan kekuatan antar pemangku kepentingan.
Sesi 3 – Lingkungan yang kondusif di tingkat nasional untuk membina kemitraan yang efektif
Setelah makan siang dan istirahat, peserta kembali mengikuti sesi ketiga di hari itu, mengenai lingkungan yang kondusif untuk kemitraan di suatu negara dapat tumbuh subur dan terjalin erat antar sektor. Dalam sesi kali ini diharapkan dapat terungkap aspek-aspek eksternal apa saja yang mendukung kemitraan dan apa yang justru menghambatnya. Faktor penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif adalah national ownership atau sejauh mana pemerintah di negara tersebut merasa bahwa SDGs adalah agenda nasional. Lalu pentingnya keselarasan dengan program pembangunan pemerintah, ketersediaan data, keterlibatan masyarakat lokal, serta perencanaan yang strategis. Tiap negara memiliki kondisi sosial, ekonomi dan politik yang berbeda, karena itu tantangan selanjutnya adalah agar pemerintah maupun swasta untuk tidak “pilih kasih” terhadap bidang-bidang yang tidak banyak pelakunya (seperti tujuan Pembangunan Berkelanjutan nomor 10 dan 16).
Sesi 4 – Keterlibatan kemitraan dengan 2030 Agenda tindak lanjut dan review proses
Sesi penutup dalam pertemuan ini memberikan gambaran dari perwakilan pemerintah serta praktisi kemitraan untuk meningkatkan dialog agar kemitraan lintas sektor dapat berkontribusi dan terlibat dalam pembahasan perencanaan pembangunan di tingkat nasional, regional maupun internasional. Sesi ini terkait pelaksanaan High-level Political Forum tentang SDG pada pertengahan tahun 2017 yang akan datang, untuk memberikan masukan dan rekomendasi terhadap forum tersebut. Dalam bahasan topik ini, terungkap bahwa setelah melewati tahun pertama pelaksanaan SDG, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan. Salah satunya sinergi antara aktor besar, seperti lembaga bantuan internasional (ODA), sektor swasta, dan pemerintah dengan organisasi masyarakat sipil dan penerima bantuan.