Mei 15, 2019
Asosiasi dan Jaringan Filantropi Sepakat untuk Berkolaborasi Menghadapi Tantangan Bersama
Filantropi Indonesia berpartisipasi dalam pertemuan lokakarya bertajuk “Driving Philanthropy for the Future: Creating the Networks We Need” di Kingston, Jamaika, pada tanggal 23-26 April 2019. Peserta pertemuan adalah asosiasi dan jaringan filantropi yang menjadi anggota Worldwide Initiative for Grantmakers Support (WINGS). WINGS merupakan jaringan global organisasi yang memberikan dukungan kepada perkembangan filantropi (philanthropy support organization atau PSO). Sekretaris Badan Pengurus FI Suzanty Sitorus mewakili FI dalam pertemuan tersebut.
Pertemuan di Jamaika membahas berbagai perkembangan dan tantangan terkini yang dihadapi oleh para asosiasi dan jaringan filantropi. Di satu sisi, sebagai bagian dari organisasi-organisasi yang memberikan dukungan terhadap pertumbuhan dan perkembangan filantropi (philanthropy support organization, atau PSO), asosiasi dan jaringan filantropi memainkan dua peran penting yaitu menciptakan lingkungan yang ramah terhadap filantropi dan masyarakat sipil dan mendukung peningkatan kapasitas organisasi filantropi. Banyak asosiasi memainkan kedua peran tersebut, baik karena kebutuhan maupun karena langkanya organisasi lain yang memberikan dukungan serupa. Di sisi lain, peran tersebut belum dipahami dengan baik oleh para pemberi dana, pegiat filantropi dan masyarakat umum. Para peserta wakil dari asosiasi dan jaringan mengakui seringkali merasa sendirian dalam kiprahnya.
Beberapa kesimpulan dan tindak lanjut yang dirangkum dari pertemuan tersebut antara lain:
- Lokakarya berhasil membangkitkan rasa solidaritas yang kuat di antara sesama asosiasi dan jaringan filantropi, dan komitmen untuk melanjutkan komunikasi dan kolaborasi, saling mendukung demi penguatan lingkungan tumbuh-kembang filantropi di seluruh dunia. Selain itu, para peserta menyepakati pentingnya upaya komunikasi dan membangun naratif baru untuk memperdalam dan memperluas dukungan dari para pemangku kepentingan, terutama lembaga filantropi dan pemberi dana.
- Persoalan praktis/teknis dalam melayani kebutuhan anggota dan masalah eksistensial yang berasal dari lingkungan yang mengancam perkembangan filantropi akan terus dihadapi oleh PSO. Oleh karena itu, diperlukan pemetaan di tingkat nasional untuk memahami seberapa jauh kebutuhan sudah dipenuhi oleh PSO yang ada.
- Sebagian besar asosiasi berdiri dimulai dengan misi untuk memberikan jasa (services) kepada anggotanya, misalnya untuk meningkatkan kapasitas dan mengembangkan jaringan kerja. Sebagian kecil sambil atau beralih fungsi menjadi organisasi terdepan yang mempromosikan pemikiran dan agenda tertentu (thought leader). Kedua fungsi tersebut diperlukan. Tapi sejauh mana suatu asosiasi/jaringan melaksanakan salah satu atau keduanya sangat ditentukan oleh lingkungan dimana mereka beroperasi—yang mempengaruhi macam kebutuhan anggota—dan ketersediaan sumber daya. Dalam pesan pembukaan, Direktur Eksekutif WINGS Benjamin Bellegy mengatakan salah satu trend yang perlu diikuti oleh asosiasi filantropi adalah peralihan menjadi organisasi dengan model thought leader. Peralihan (atau penambahan) fungsi tersebut penting untuk membantu komunitas filantropi menavigasi dan mengantisipasi berbagai perubahan atau bahkan menginisiasi perubahan.
- Untuk membantu PSO mengukur dampak keberadaannya, WINGS meluncurkan panduan Kerangka 4Cs. Dengan kerangka ini, dampak diukur dari empat dimensi berikut:
- Capacity (Kapasitas): sejauh mana mendukung organisasi filantropi mencapai keberlanjutan, terutama dari sisi finansial;
- Capability (Kapabilitas): sejauh mana mendukung peningkatan pengetahuan dan keterampilan anggota dalam menjalankan kerja filantropi;
- Connection (Koneksi): sejauh mana mendukung pengembangan jaringan kerja dan kemitraan di antara sesama organisasi filantropi dan dengan pemangku kepentingan lainnya;
- Credibility (Kredibilitas): sejauh mana mendukung peningkatan kredibilitas lembaga filantropi di hadapan masyarakat, pemerintah dan pemberi dana.
Kerangka 4Cs tersebut dapat diterapkan secara fleksibel dan dapat dimodifikasi (terutama indikatornya) sesuai dengan kondisi di setiap asosiasi/jaringan. Publikasi mengenai Kerangka 4 Cs dapat diunduh di sini.
Pertemuan Jamaika juga membahas visi 2025 asosiasi/jaringan filantropi. Sebagian besar peserta meyakini asosiasi filantropi yang baik adalah yang inklusif, merangkul keberagaman dan menangani persoalan filantropi pada tingkat yang lebih strategis. Sebagian berpendapat asosiasi filantropi perlu lebih berani untuk menangani isu-isu sensitif/kontroversial yang dihadapi oleh masyarakat. Semua sepakat bahwa asosiasi/jaringan filantropi perlu meningkatkan kesiapan menghadapi berbagai perubahan karena terjadinya hibriditas model, dalam hal bentuk organisasi, tata kelola, model usaha, dan lain-lain. Meskipun demikian, tidak semua asosiasi harus mencakup semua hal. Asosiasi yang fokus pada dimensi filantropi secara spesifik, dan dijalankan secara serius, juga dapat memberikan kontribusi yang bermanfaat.