Desember 28, 2023
Kolaborasi untuk Negeri: Kontribusi Filantropi terhadap Pendidikan di Indonesia
Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan amanat konstitusi yang wajib dipenuhi. Di tengah beragam tantangan, kompleksitas, dan problematika pendidikan di Indonesia, pemerintah membutuhkan bantuan dari multi-pihak untuk dapat mengakselerasi kualitas pendidikan dan menjamin pemerataan hak pendidikan secara berkeadilan. Sehubungan dengan hal tersebut, buku Kolaborasi untuk Negeri, yang diinisiasi oleh Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI), Tanoto Foundation, dan Klaster Filantropi Pendidikan (KFP), hadir untuk ikut serta memetakan kondisi dan permasalahan seputar sektor pendidikan di Indonesia.
Di publikasi ini berisi narasi dari intervensi, sudut pandang, tantanga, praktik baik, serta dukungan lembaga filantropi yang tergabung dalam KFP periode 2018-2022. Klaster ini merupakan platform kolaborasi pegiat filantropi pendidikan anggota PFI yang telah beranggotakan lebih dari 62 anggota. Berbagai upaya dari lembaga-lembaga filantropi melalui kerja nyata di bidang pendidikan, menjadi salah satu cahaya harapan agar pendidikan tetap menerangi langkah bangsa Indonesia di tengah bermacam tantangan.
Berdasarkan latarbelakang tersebut, Klaster Filantropi Pendidikan (KFP) dan Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) bersama Tanoto Foundation menyelenggarakan Philanthropy Learning Forum (PLF) ke #60 dengan tema ‘Kolaborasi untuk Negeri – Peran Filantropi dalam Pendidikan’. Kegiatan ini juga merupakan bagian dalam rangkaian dalam Policy Forum on Education (PFoE) pada 13 Desember 2023 lalu. Kegiatan ini diikuti sebanyak 43 partisipan yang hadir secara offline dari anggota dan jaringan PFI.
Dalam kata sambutannya, Angginta Ayu, Partnership Lead Tanoto Foundation, menambahkan “Pendidikan yang berkualitas bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi juga membutuhkan peran serta sektor swasta seperti lembaga filantropi dan korporasi. Kemitraan pemerintah dan swasta yang kuat dalam mengatasi berbagai aspek di sektor pendidikan akan mampu mempercepat peningkatan kualitas serta pemerataan pendidikan di Indonesia”. Harapanannya buku ini dapat menjadi referensi bagi pihak pemerintah baik di pusat maupun di daerah dalam merancang kebijakan pendidikan dan juga dapat memberikan manfaat bagi pemangku kepentingan lainnya termasuk para mitra, yayasan, LSM, CSR, akademisi, maupun individu lain yang ingin terlibat dalam perbaikan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
Dini Dwi Kusumaningrum, Penulis/Peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN, memaparkan highlight dari publikasi ini terkait kontribusi filantropi terhadap pendidikan di Indonesia yang bergerak secara kolektif menjawab tantangan pendidikan. Dari hasil wawancara dengan berbagai lembaga filantropi dan desk research, ada lima hal kotribusi lembaga filantropi untuk pembangunan pendidikan di Indonesia yaitu:
a. Memastikan aksesibilitas layanan pendidikan yang setara bagi masyarakat, utamanya kelompok marjinal dan daerah 3T.
b. Memahami kebutuhan pembangunan pendidikan dan masalah-masalah yang dihadapi oleh komunitas.
c. Memastikan terjalinnya kerja kolaborasi dengan berbagai stakeholder untuk penguatan ekosistem pendidikan.
d. Efektivitas dan inovasi pengembangan program pendidikan yang kontekstual melalui praktik baik.
e. Mengukur dampak dan melakukan advokasi keberlanjutan program.
Menurutnya kesadaran menjadikan pendidikan sebagai salah satu elemen kunci yang dapat membebaskan dan memberdayakan masyarakat untuk keluar dari kondisi yang marginal menjadi titik fokus dalam berbagai program pendidikan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga filantropi untuk memajukan dan menguatkan sistem pendidikan di Indonesia dan berkontribusi pada pencapaian SDGs, terutama tujuan Pendidikan Bermutu.
Iwan Syahril, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudristek RI menanggapi “semangat gotong royong ini harus terus didorong dan perlu diketahui bahwa posisi pemerintah bukan untuk mengontrol tetapi sebagai pemberdaya ekosistem. Jadi bagaimana simpul-simpul yang ada di dalam ekosistem itu saling berdaya dan kemudian saling menguatkan. Pemerintah bukan satu-satunya yang tau pendidikan itu harus diapakan. Pendidikan harus bisa berkolaborasi dengan berbagai sektor dan berbagai stakeholder sehingga kita bisa bergerak dengan lebih baik”.
Ada satu hal yang perlu untuk disepakati bersama yaitu tujuan dalam transformasi pendidikan dan transformasi pembelajaran ialah kepada murid. Hal ini menjadi esensi yang perlu di sepakati bersama-sama baik dari pemda, dari sektor filantropi maupun dari pemangku kepentingan lainnya. Kolaborasi untuk memastikan tumbuh kembang murid yang holistik dan relevan seiring perkembangan zaman yang semakin disruptif ini penting untuk direalisasikan.
Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Yayasan Plan International Indonesia, menyampaikan tantangan yang dihadapi Plan International terkait perannya dalam dunia pendidikan di Indonesia diantaranya dari segi ekonomi banyak orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang SMA atau kuliah karna kondisi ekonomi. Lalu, dari segi budaya dimana banyak dari mereka yang tidak menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting karna mereka merasa tidak ada koneksi masa depan yang bisa dilihat dengan pendidikan yang dijalankan. Selain itu dibeberapa daerah salah satunya di Nusa Tenggara Timur (NTT) ada siswa yang harus membawa air dirigen ke sekolah karna tidak ada persediaan air di sekolah dengan jarak yang cukup jauh sehingga membuat siswa enggan untuk bersekolah karena banyaknya hambatan yang mereka hadapi untuk bisa ke sekolah.
Gusman Yahya, Direktur Eksekutif Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) mengatakan “peran sektor filantropi terhadap pendidikan di Indonesia cukup besar. Kita semua ketahui Indonesia selama 6 tahun berturut-turut dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia. Berdasarkan hasil Indonesia Phialnthropy Outlook 2022, pendidikan merupakan program prioritas pertama yang banyak dilakukan oleh pegiat filantorpi. PFI terus berusaha untuk memperkuat ekosistem filantropi di Indonesia agar terus maju dengan mendorong terciptanya kolaborasi”.
PFI memiliki Klaster Filantropi Pendidikan yang memiliki banyak sekali keberagaman anggota mulai dari grantmaker, intermediary, dan implementer untuk menyelesaikan permasalahan yaitu tantangan pendidikan di Indonesia yang mana PFI sadar bahwa ini tidak bisa dilakukan sendirian. Harus dilakukan dengan sektor-sektor lain seperti pemerintah, akademisi, media dan sektor lainnya. Dengan semangat gotong-royong diyakini dapat memecahkan segala persoalan yang terjadi bahkan bukan hanya di pendidikan saja tetapi segala permasalahan yang terjadi di Indonesia untuk mencapai generasi emas di masa mendatang.
Haidar Bagir, Pengamat Pendidikan dan Presiden Direktur Mizan Group, menambahkan ada masalah di dunia filantropi terkait posisi grantmaker, intermediary, dan implementer dimana saat ini lembaga filantropi cenderung tidak mau menjadi intermediary dan masuk menjadi lembaga yang implementing. Bahkan ada yang sebelumnya intermediary berubah menjadi implementing. Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk memperkuat ekosistem adalah menggalakan upaya untuk mendorong intermediary agar tetap menjadi intermediary dan yang sudah menjadi implementing agar kembali menjadi intermediary.
Harapannya, mereka dapat menggarap ribuan bahkan belasan ribu community philanthropy yang ada di seluruh daerah di Indonesia dan merekalah yang bisa memecahkan permasalahan-permasalahan yang ada di daerah mereka sendiri ketimbang menggunakan pendekatan teknokratis yang keliahatannya besar tetapi sebetulnya daya cakupnya terhadap pemasalahan yang terjadi di Indonesia terbatas.