Desember 3, 2024
Kolaborasi Filantropi untuk Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Berbasis Proyek
Pada Senin 25 November 2024, Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) bersama Yayasan Guru Belajar Philanthropy Skill Development (PSD) #23 dengan topik “Pembelajaran Berbasis Proyek untuk Pendidikan Karakter” di Aula Kantor Perhimpunan Filantropi Indonesia, Jakarta. Lokakarya ini bertujuan untuk memperkenalkan, mendalami, dan membekali peserta dengan pemahaman serta keterampilan praktis dalam menerapkan metode pembelajaran berbasis proyek (Project-Based Learning/PBL) untuk pendidikan karakter.
Acara ini menghadirkan empat pembicara dan fasilitator yang membahas mengenai, permasalahan serta solusi dalam bidang Pendidikan, khususnya pada PBL untuk penguatan pendidikan karakter. Kegiatan ini dipandu oleh Marsaria Primadonna, Ketua Unit Kampus Guru Cikal, Yayasan Guru Belajar. Para narasumber yang hadir adalah Yessy Nur Handayani, Direktur Program & Beneficiaries Rumah Kepemimpinan, Rumah Kepemimpinan; Adhimas Wahyu Agung Wijaya, Education Advisor, Save the Children; Nursariyati, Pengurus Jakarta Timur, Komunitas Guru Belajar Nusantara; dan Afifuddin, Climate Change Education Lead INOVASI
Acara ini menghadirkan empat pembicara dan fasilitator yang membahas permasalahan serta solusi dalam bidang pendidikan, khususnya penerapan PBL untuk penguatan pendidikan karakter. Para narasumber yang hadir adalah Marsaria Primadonna, Ketua Unit Kampus Guru Cikal, Yayasan Guru Belajar; Yessy Nur Handayani, Direktur Program & Beneficiaries Rumah Kepemimpinan; Adhimas Wahyu Agung Wijaya, Education Advisor, Save the Children; dan Nursariyati, Pengurus Jakarta Timur, Komunitas Guru Belajar Nusantara.
Sebagai koordinator Klaster Filantropi Pendidikan (KFP) PFI, Yayasan Guru Belajar, bersama PFI berkolaborasi untuk membuat lokakarya kepada para anggota KFP mengenai konsep PBL yang bisa menjadi metode efektif untuk mengembangkan pendidikan karakter. Selain itu juga mendorong kolaborasi antar lembaga filantropi dalam mengembangkan program pendidikan yang berbasis proyek dan berfokus pada karakter.
Marsaria Primadonna, Ketua Unit Kampus Guru Cikal, Yayasan Guru Belajar sebagai fasilitator kegiatan hari ini memulai sesi dengan pembahasan dalam dokumen ini adalah tentang pentingnya PBL sebagai pendekatan yang dinamis untuk membangun karakter siswa melalui eksplorasi masalah dunia nyata. PBL memungkinkan siswa untuk mengembangkan kompetensi holistik, termasuk pengetahuan, keterampilan, perilaku, hingga aksi nyata.
Sebanyak 20 peserta hadir pada kegiatan tersebut. Fasilitator yang juga dibantu Nursariyati, Pengurus Jakarta Timur, Komunitas Guru Belajar Nusantara, mengajak peserta melakukan aktivitas seperti identifikasi masalah bersama, diskusi kelompok, dan pengembangan proyek berbasis tema seperti gaya hidup berkelanjutan dan kearifan lokal. Peserta workshop diajak untuk memahami bagaimana merancang pembelajaran yang kontekstual dan bermakna. Dengan menggunakan lembar kerja, peserta dilatih untuk mengintegrasikan elemen diferensiasi dalam pembelajaran, sehingga setiap siswa dapat mengembangkan kompetensi secara optimal. Workshop ini tidak hanya menginspirasi aksi nyata di sekolah, tetapi juga mendorong kolaborasi dalam menciptakan solusi kreatif untuk permasalahan dunia nyata, sejalan dengan tujuan penguatan Profil Pelajar Pancasila.
Dalam sesi lainnya, Yessy Nur Handayani, Direktur Program & Beneficiaries Rumah Kepemimpinan, menjelaskan bahwa Rumah Kepemimpinan memiliki program yang berfokus pada pengembangan pemimpin unggul dan berdampak melalui pendekatan experiential learning dan pembinaan intensif berbasis asrama. Rumah Kepemimpinan berkomitmen membentuk individu dengan karakter kuat yang mampu berkontribusi pada masyarakat dan bangsa, melalui pelatihan kompetensi kepemimpinan, manajemen organisasi, kolaborasi, serta pemecahan masalah sosial. Pembinaan dilakukan secara bertahap, mulai dari pemahaman diri, pengembangan keterampilan, hingga implementasi proyek sosial yang berdampak positif.
Selaras dengan semangat tersebut, Adhimas Wahyu Agung Wijaya, Education Advisor, Save the Children menjelaskan mengenai program Save the Children yang bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan di daerah 3T melalui inisiatif seperti, salah satunya KREASI yang berfokus pada PAUD dan SD, serta integrasi nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila. Program ini mengatasi tantangan seperti keterbatasan literasi, alat peraga edukasi, buku, perpustakaan, dan isu lingkungan seperti pengelolaan sampah dan perubahan iklim. Salah satu pendekatannya adalah Education for Sustainable Development (ESD), bekerja sama dengan WWF untuk menciptakan sekolah ramah lingkungan. Selain itu, proyek ekonomi sirkular di Jakarta melibatkan sekolah dalam pengelolaan sampah plastik, dengan anak-anak sebagai agen kampanye perubahan perilaku dan advokasi kepada pemerintah. Program ini menggunakan metode interaktif seperti diskusi, eksperimen, dan permainan, dengan tujuan memperkuat peran sekolah dan siswa dalam keberlanjutan lingkungan.
Acara ditutup dengan “CALL FOR COLLABORATION” oleh Afifuddin, Climate Change Education Lead, INOVASI. Afif menyampaikan bahwa perubahan iklim berdampak besar pada anak-anak, menjadikan mereka kelompok yang paling rentan terhadap cuaca ekstrem, kelangkaan air dan pangan, gangguan pendidikan, serta berbagai risiko kesehatan. Di Indonesia, perubahan iklim semakin memperparah gangguan layanan penting seperti pendidikan, kesehatan, dan sanitasi. Untuk menghadapi tantangan ini, diperlukan kolaborasi nyata dalam memperkuat pendidikan perubahan iklim di sekolah dan madrasah. Dengan bersama-sama mendukung program seperti Sekolah Adiwiyata, Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB), dan Panduan Pendidikan Perubahan Iklim, kita dapat memastikan masa depan yang lebih aman dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Harapannya, melalui lokakarya ini, para peserta tidak hanya mendapatkan pemahaman mendalam tentang pembelajaran berbasis proyek untuk pendidikan karakter, tetapi juga terinspirasi untuk mengimplementasikannya di berbagai konteks pendidikan.
Dengan kolaborasi yang erat antara lembaga filantropi, komunitas pendidikan, dan sektor lainnya, diharapkan tercipta ekosistem pendidikan yang inklusif dan berkelanjutan. Selain itu, pendekatan ini diharapkan mampu membentuk generasi muda yang tidak hanya unggul dalam pengetahuan, tetapi juga memiliki karakter kuat, kepedulian sosial, dan kemampuan untuk menciptakan solusi inovatif terhadap permasalahan dunia nyata. Semoga hasil dari lokakarya ini menjadi langkah awal dari inisiatif yang lebih luas dalam memperkuat pendidikan karakter di Indonesia, yang sejalan dengan nilai-nilai Profil Pelajar Pancasila dan tantangan global seperti perubahan iklim.