Pemukiman terpadu yang layak telah menjadi titik balik yang menggembirakan dalam menciptakan lingkungan dan rumah huni yang berkualitas. Namun, perjalanan ini belum selesai. Diperlukan kolaborasi multi pihak yang melibatkan bidang lainnya yakni budaya, kesehatan, pendidikan, lingkungan, remaja, dan pemberdayaan ekonomi. Harapannya, intervensi ini memperkuat aspek dan dampak program dalam mewujudkan pemukiman lebih berdaya serta berkelanjutan.
Upaya kolaboratif tersebut direalisasikan pada Field-trip Lintas Klaster Filantropi yang dilakukan pada 26 Juni lalu. Kunjungan kali ini berkesempatan meninjau secara langsung permukiman dampingan dari Habitat for Humanity Indonesia di Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang. Tujuan lokasi terletak di Desa Margamulya dan Desa Tanjung Anom, yang telah menjadi wilayah kerja sejak tahun 2011. Kegiatan ini diikuti sekitar 14 anggota organisasi dengan latar belakang fokus lembaga yang berbeda.
Upaya kolaboratif tersebut direalisasikan pada Field-trip Lintas Klaster Filantropi yang dilakukan pada 26 Juni lalu. Kunjungan kali ini berkesempatan meninjau secara langsung permukiman dampingan dari Habitat for Humanity Indonesia di Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang. Tujuan lokasi terletak di Desa Margamulya dan Desa Tanjung Anom, yang telah menjadi wilayah kerja sejak tahun 2011. Kegiatan ini diikuti sekitar 14 anggota organisasi dengan latar belakang fokus lembaga yang berbeda.
Lihat juga: Permukiman yang Sehat untuk Memicu Ekonomi
Kecamatan Mauk merupakan salah satu wilayah kerja Habitat for Humanity Indonesia sebagai fokus untuk program solusi perumahan berbasis masyarakat holistik. Saat kunjungan dilaksanakan, intervensi yang telah direalisasikan meliputi rumah layak huni beserta penunjang lainnya, seperti jamban pribadi dan tempat usaha yang menyatu dengan rumah. Hasilnya, dampak langsung dan tidak langsung berupa penurunan kasus stunting/tengkes di Kab. Tangerang menjadi 7,6% pada tahun 2021, mencegah perkawinan sedarah/incest, bertambahnya well-being di masyarakat, sampai ke peningkatan kualitas hidup secara sosial dan ekonomi. Berbagai sistem koordinasi dan pelaksanaan program juga didukung oleh pemerintah daerah setempat, di mana peran pemerintah untuk meyakinkan masyarakat akan kehadiran Habitat for Humanity Indonesia untuk mengatasi permasalahan yang ada.
Di sisi lain, Habitat for Humanity Indonesia masih terdapat tantangan yang cukup signifikan. Contoh di lapangan dan tukar pendapat setelah kunjungan dilakukan, terpetakan bahwa masih ada pekerjaan yang harus diupayakan. Terlihat tumpukan limbah/sampah rumah tangga, SPAL (Sarana Pembuangan Air Limbah) tersumbat, sanitasi yang kurang terawat, pendampingan khusus anak maupun kontribusi kalangan muda kepada lingkungan sekitar. Pekerjaan selanjutnya juga menyangkut untuk memberdayakan dan merubah pola kebiasaan masyarakat. Selain itu, masih ada permasalahan kepemilikan tanah oleh vihara dengan warga setempat di Desa Tanjung Anom. Kontribusi multi sektor tetap terbuka dan butuh digali lebih dalam terkait kolaborasi antar anggota PFI.