Oleh: Irvan Nugraha, Sekretaris Badan Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia
Pada setiap program filantropi, analisis dan penentuan mengenai jangka waktu serta jangkauan menjadi hal yang perlu diperhatikan. Hal ini berkaitan juga dengan kondisi riil di lapangan yang akan menjadi faktor keberhasilan sebuah program. Dengan kondisi geografis yang luas dan berbentuk kepulauan, Indonesia memiliki prioritas daerah dengan kebutuhan yang berbeda-beda. Misalnya saja, Indonesia memiliki istilah daerah 3T (Terluar, Tertinggal, Terdepan) yang menunjukkan prioritas pembangunan yang lebih tinggi di beberapa sisi, jika dibandingkan dengan daerah lain yang selama ini sudah memiliki pusat kegiatan yang maju.
Lebih lanjut lagi, setiap program perlu memiliki tujuan jangka pendek dan jangka menengah yang akan meningkatkan resiliensi program filantropi. Jika semua diterapkan dengan baik, maka tujuan jangka panjangnya memiliki kemungkinan lebih besar untuk bisa tercapai sesuai dengan proyeksi di awal program. Menilik dari Indonesia Philanthropy Outlook 2024, pada jangka pendek, hampir semua lembaga filantropi di Indonesia akan berfokus terlebih dahulu pada ketiga tahap berikut:
- Peningkatan pendanaan
- Perluasan kerja sama dengan lembaga lain (filantropi dan non-filantropi)
- Perancangan program yang mendukung agenda SDGs
Ketiga hal tersebut adalah dasar yang perlu dicapai dalam jangka pendek demi menyukseskan tujuan jangka menengah dan jangka panjang. Namun, ada juga beberapa daerah yang memiliki prioritas program yang berbeda. Tentu saja, ini berkaitan erat dengan kondisi aktual di lapangan di daerah tersebut. Misalnya saja, program-program yang dijalankan di daerah Sulawesi Utara memiliki prioritas jangka pendek yang berbeda. Mereka mengedepankan evaluasi program, peningkatan kapasitas sumber daya manusia internal, dan perluasan kerja sama dengan pemerintah. Hal ini ditemukan juga di daerah Aceh, menunjukkan bahwa setiap daerah memiliki prioritasnya masing-masing.
Hal yang paling penting adalah bagaimana program jangka pendek tersebut dapat mendukung program jangka menengah untuk menuju tujuan jangka panjang dari program filantropi yang sedang dijalankan. Sebab, setiap kegiatan atau program filantropi bermaksud untuk meningkatkan kualitas masyarakat, meski dengan konsentrasi jenis program yang berbeda. Untuk saat ini, tujuan akhir jangka panjang yang sedang diusahakan secara serentak adalah mendukung pemerintah untuk bisa memenuhi tujuan atau agenda SDGs.
Lokalisasi, Salah Satu Faktor Keberhasilan Program
Dengan adanya kondisi geografis yang unik, setiap daerah di Indonesia memiliki karakteristik tersendiri dalam hal seperti bagaimana masyarakat menerima program, bagaimana SDM setempat mau mendukung program, serta tingkat resiliensi program atau keberlanjutannya. Maka dari itu, setiap lembaga filantropi sepertinya perlu memahami betul cara pendekatan dalam membuat serta menyampaikan program.
Hal tersebut dapat bisa lebih mudah dilakukan jika konsep lokalisasi diterapkan. Lokalisasi sendiri adalah pendekatan yang menekankan keterlibatan langsung dari masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program filantropi. Tujuannya adalah memastikan bahwa program benar-benar sesuai dengan kebutuhan, cocok dengan budaya setempat, serta disesuaikan dengan konteks lokal. Dengan begitu, dampak yang dihasilkan bisa lebih mudah diterima oleh masyarakat dan bisa lebih sustainable.
Untuk melakukan lokalisasi dengan tepat, lembaga filantropi biasanya mencari peluang untuk bisa bekerja sama atau berkolaborasi dengan organisasi lokal, pemangku kepentingan serta pemimpin komunitas setempat. Biasanya, lokalisasi dimulai juga dengan pendekatan serupa untuk melihat masalah utama terlebih dahulu. Baru setelah itu, dilihat lagi mengenai solusi yang paling mungkin diterapkan. Ini akan menciptakan solusi yang partisipatif dan berbasis kebutuhan nyata.
Dengan demikian, lokalisasi juga membantu membangun kemandirian dan mengurangi ketergantungan pada bantuan luar, karena komunitas setempat menjadi lebih mampu menangani tantangan mereka sendiri.
Penerapan Lokalisasi Meningkatkan Persebaran Program Filantropi
Berkaitan dengan alasan-alasan di atas, lokalisasi menjadi strategi yang tepat untuk dapat menyentuh berbagai daerah di Indonesia dengan program-program filantropi. Hal ini dibuktikan juga dengan meningkatnya jumlah daerah penerima manfaat filantropi.
Pada Indonesia Philanthropy Outlook 2022, ada beberapa daerah yang belum tersentuh seperti Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan Aceh. Maka dari itu, pada Indonesia Philanthropy Outlook 2024, bisa terlihat bahwa daerah-daerah tersebut saat ini sudah mulai tersentuh meski sebagian di antaranya masih membutuhkan perhatian khusus terutama pada pengembangan SDM dan evaluasi program. Namun, ini artinya ke depannya bisa jadi akan terus ada perkembangan dalam persebaran program filantropi yang akan semakin mendekatkan kita untuk mencapai agenda prioritas bersama yaitu agenda SDGs.
Strategi dalam Melancarkan Program Filantropi di Daerah
Pembangunan dan penyampaian program filantropi merupakan sebuah rangkaian yang kompleks dan butuh semangat dari seluruh pelaksana dari berbagai pihak. Selain lokalisasi, lembaga filantropi juga perlu melancarkan beberapa strategi seperti:
- Memperkuat jaringan dan kolaborasi multi-pihak, terutama dalam bahasan pencapaian agenda SDGs
- Mengembangkan kapasitas lembaga, termasuk kapasitas pengumpulan dana, termasuk membuat lembaga lebih akuntabel sehingga meningkatkan tingkat kepercayaan pemberi dana
- Melengkapi data terkait lembaga filantropi, untuk meningkatkan kredibilitas lembaga serta bukti kerja
- Memperkuat perekaman hasil dan dampak program
Meningkatkan kaitan kegiatan lembaga filantropi dengan agenda SDGs dengan lebih presisi dapat membantu untuk memperkuat perekaman dan evaluasi hasil kerja. Sebab, agenda SDGs menjadi salah satu agenda prioritas setidaknya masih sampai lima tahun ke depan. Bukan hanya untuk eksternal, perekaman hasil juga bisa berguna untuk evaluasi internal agar dapat meningkatkan kinerja di kemudian hari.
Lembaga filantropi dapat mengaitkan kegiatan mereka dengan lebih jelas pada agenda-agenda global maupun nasional, khususnya terkait SDGs dan perubahan iklim, yang telah diimplementasikan oleh beberapa perusahaan melalui laporan keberlanjutannya. Pendekatan ini juga ditemukan dapat memudahkan pelaporan lembaga filantropi untuk berbagai keperluan laporan eksternal, termasuk yang diperlukan oleh pemerintah.
Untuk bisa melakukan hal tersebut, lembaga filantropi bisa mulai melakukan digitalisasi. Infrastruktur digital yang mumpuni sangat diperlukan untuk bisa merekam dan mengetahui kontribusi filantropi di seluruh Indonesia. Hal ini akan mempermudah juga mengingat lokasi persebaran program yang cukup luas, terutama jika sudah berusaha untuk menyentuh daerah 3T di Indonesia.
Infrastruktur yang efektif dan transparan bisa berupa sistem berbasis web atau aplikasi yang dapat mencatat kontribusi filantropi dari berbagai pihak. Di dalamnya, bisa diterapkan sistem verifikasi agar setiap kontribusi dan kemajuan terekam memiliki validitas dan dapat dipercaya. Dari setiap data perkembangan tersebut, yang tidak kalah pentingnya adalah laporan secara berkala yang berupa resume dan analisis dari keberhasilan program. Untuk mendukung hal tersebut jugalah, Filantropi Indonesia secara konsisten menyusun Indonesia Philanthropy Outlook untuk memberikan gambaran mengenai kondisi filantropi di Indonesia serta kontribusinya bagi pemerintah dan negara.
Jika pendekatan dan infrastruktur sudah dirancang dengan baik serta SDM yang melaksanakannya mendapatkan pelatihan yang tepat, program filantropi di Indonesia bisa terus berkembang untuk menyentuh daerah yang belum pernah menerima manfaat, dengan tujuan agar persebaran program bisa menjadi lebih efektif dan berdampak bagi masyarakat penerima manfaat.