Bangsa Indonesia dan seluruh negara-negara di dunia sedang menghadapi pandemi COVID-19. Berbagai pengamat belum bisa memprediksi sampai kapan situasi pandemi COVID-19 ini selesai. Tak hanya mengganggu sistem kesehatan dunia, pandemi COVID-19 ini juga membawa dampak yang cukup signifikan di bidang sosial ekonomi. Banyak pengamat yang menyatakan bahwa dampaknya lebih buruk dari krisis ekonomi sebelumnya, bahkan lebih buruk dibanding saat perang dunia kedua.
Situasi pandemi COVID-19 ini pun dirasakan oleh para pegiat pendidikan. Berbagai kegiatan peningkatan kualitas pendidikan yang syarat dengan pertemuan langsung kini dipaksa berubah pola pembelajarannya dengan diberlakukannya kebijakan sosial distancing dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Hal ini berimplikasi pada perubahan pembelajaran yang selama ini bersifat konvensional menjadi pembelajaran jarak jauh dengan pemanfaatan media daring dalam bentuk online learning.
Klaster Filantropi Pendidikan yang merupakan bagian dari Filantropi Indonesia memfokuskan upaya mendorong kegiatan lembaga-lembaga filantropi untuk merespon dan berkontribusi terhadap pandemi COVID-19 untuk membantu mengatasi pandemi sekaligus dampak sosialnya. Melalui Sesi Berbagi Praktik Baik kali ini Klaster Filantropi Pendidikan mengajak para praktisi, pegiat pendidikan untuk membagikan pengalaman dalam melakukan berbagai adaptasi, modifikasi dalam menjalankan program-program pendidikan di lembaga masing-masing sekaligus membahas tantangan yang dihadapi serta rencana keberlangsungan program. Dimoderatori oleh Tanoto Foundation, para praktisi pendidikan yang diundang menjadi pembicara antara lain: Abdul Khalim (General Manager Sekolah Ekselensia Indonesia Dompet Dhuafa Pendidikan), Freddy Ong (Direktur Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi dan Ketua Badan Musyawarah Pendidikan Swasta Jakarta Barat), Margaretha Ari Widowati (Director of Basic Education Program Tanoto Foundation) dan Juliana (Program Development Manager of School Development Outreach Putera Sampoerna Foundation) pada tanggal 27 April 2020.
Berdasarkan paparan Abdul Khalim, Sekolah SMART Ekselensia Dompet Dhuafa Pendidikan dalam sesi berbagi praktik baik kelangsungan pendidikan di situasi pandemi menyampaikan bahwa mereka tetap berkomitmen untuk: 1) Tetap memastikan KBM tetap berlangsung dengan penggunaan berbagai komunikasi virtual dan penunjangan teknologi digital seperti pemanfaatan Google Classroom, absensi virtual dan lainnya, 2) Memastikan ketersediaan logistik teruntuk para siswa yang tinggal di asrama, 3) Tetap berkoordinasi dengan tim kesehatan dari Dompet Dhuafa terkait kesehatan para siswa yang masih tinggal di asrama. “Ini proses pembelajaran kami. Karena ini kondisi yang tidak normal maka otomatis siswa pun diminta untuk mengoptimalkan fasilitas yang ada. Selain itu, sekolah meminta kepada pihak OASE (untuk SMP) dan OSIS (untuk SMA) untuk membuat kegiatan tambahan yang menarik dalam bidang oleh raga, seni, dan kuliner yang dapat dilakukan oleh siswa dan difasilitasi oleh guru. Bahkan kegiatan ini dilombakan untuk memacu motivasi siswa. Alokasi dananya diambil dari pos alokasi pembelajaran yang tidak terpakai untuk men-support kegiatan-kegiatan siswa“, ujar Khalim. Beliau menambahkan kegiatan tambahan tersebut ditujukan agar mengusir kejenuhan pada siswa.
Di sisi lain, praktik baik dari Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi yang disampaikan oleh Freddy Ong, menyampaikan tantangan awalnya selama masa pandemi COVID-19 adalah kesiapan guru dalam online learning serta keterbatasan gadget yang dimiliki siswanya. Cara antisipasi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan training penggunaan beberapa variasi platform online untuk para guru sehingga terbiasa dan tidak menimbulkan kebosanan. Lain hal dari segi bobot materi yang diberikan, Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi dalam pembelajaran jarak jauhnya tidak hanya mengandalkan aspek kognitif saja tetapi juga menekankan sisi pendidikan humanis, pendidikan agama, serta pendidikan karakter. “Mereka tidak diajarkan hanya yang bersifat kognitif saja tetapi juga belajar bagaimana membuang sampah, membantu orang tua bagi anak-anak TK. Bagi anak-anak SMA juga belajar saling memberi motivasi sedangkan anak-anak SMK membuat video ucapan terimakasih kepada tim medis yang sedang menjalankan tugasnya”, tuturnya.
Beberapa hambatan lainnya yang muncul dalam pelaksanaan online learning antara lain adalah hambatan finansial. Namun, hambatan tersebut disiasati oleh berbagai pihak dengan cara-cara kreatif, misalnya membuka donasi, memberikan subsidi di beberapa pos pendidikan, serta mengalihkan alokasi dana yang ada untuk support online learning.
Hal yang menggembirakan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Anwar Makarim sudah menegaskan bahwa Kepala Sekolah bisa mengalokasikan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) Reguler untuk pembelian pulsa, paket data dan layanan platform online oleh duru maupun siswa. Hal ini tertuang dalam Permendikbud Nomer 19 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 tentang Juknis BOS Reguler. (Kompas.com, 15/4/2020)
Tak bisa dipungkiri bahwa pelaksanaan kegiatan pembelajaran jarak jauh juga harus memperhatikan kebutuhan training online maupun training tatap muka yang sifatnya langsung, one on one. Putera Sampoerna Foundation berkomitmen untuk melakukan coaching mentoring untuk menunjang kesiapan guru, kepala sekolah serta tenaga kependidikan lainnya, seperti yang disampaikan oleh Juliana. Sampoerna Foundation mempunyai 2 (dua) program andalan yaitu Teacher Learning Center dan juga Lighthouse School yang muaranya adalah untuk mensukseskan Sustainable Development Goals’s (SDG) nomer 4 yaitu menuju pendidikan yang berkualitas dengan tantangan area yang berbeda, yaitu daerah yang kurang terdukungnya fasilitas pendidikan mumpuni (outreach area). Dampak COVID-19 ini terjadi pada kedua implementasi program dimana berbagai kesulitan ditemui seperti terbatasnya koneksi internet, kegagapan teknologi (gaptek) tenaga pendidikan hingga informasi terkait online learning yang kurang. “Dari sini kita telah mengantisipasinya dengan changing the mindset bahwa online learning menjadi jawaban pembelajaran dan sekaranglah waktunya berubah. Sejauh ini, kami juga mengeksplorasi beberapa platform dan menggabungkan pembelajaran atau workshop melalui WhatsApp, Telegram, Zoom, Google Classroom, Padlet, dan lainnya. Meskipun begitu, online learning tetap harus ada hands on approach”, beber Juliana.
Sementara itu, dilanjutkan oleh Margaretha Ari bahwa Tanoto Foundation berkomitmen untuk mengambil peran menjadi katalis dalam kapasitasnya melakukan supporting the transformation to distance learning melalu pendekatan stakeholder selama pandemi COVID-19 ini berlangsung. Misalnya dengan membuat modelling training dari pembelajaran konvensional ke distance learning yang berbasis teknologi. “Kami mempunyai local facilitator yang diproses melalui Training For Trainer (TFT) sebagai pendorong Pemda untuk menginisiasi pembelajaran jarak jauh. Contoh yang telah terjadi yaitu live streaming yang dilakukan di Kutai Kartanegara sekitar 3-4 jam dari Samarinda, Kalimantan Timur”, papar Margaretha Ari. Dari sisi local facilitator, Tanoto Foundation sebagai katalis juga harus peka terhadap kendala yang dihadapi oleh fasilitator yang sudah kita dampingi. Lalu, tanggung jawab Tanoto Foundation sebagai katalis ke sekolah binaannya adalah tetap memberikan modul dan guidance dan memodelkan bagaimana lokal fasilitator kami memfasilitasi pembelajaran. “Materi-materi pembelajaran jarak jauh yang mudah dan menarik biasanya kami berikan kepada lokal fasilitator yang akan disebarkan lagi kepada guru dampingan mereka”, tambahnya.
Kesimpulannya, dalam membangun kolaborasi di masa pandemi COVID-19 ini, peran berbagai pemangku kebijakan menjadi sangat penting. Selain sekolah, pegiat pendidikan, lembaga yang concern pada pendidikan, pemerintah baik pusat maupun daerah juga tak kalah penting adalah peran orang tua dan media massa. Bila dapat mengutip dari Kompas terkait pidato Mendikbud Nadiem Makarim pada Hari Pendidikan Nasional (2/05/2020) tahun ini: “Guru, siswa, dan orang tua sekarang menyadari bahwa pendidikan itu bukan sesuatu yang hanya bisa dilakukan di sekolah saja. Tetapi, pendidikan yang efektif itu membutuhkan kolaborasi yang efektif dari tiga hal ini, guru, siswa, dan orang tua. Tanpa kolaborasi itu, pendidikan yang efektif tidak mungkin terjadi”. Sudah sepatutnya kita bersama kawal dan kobarkan semangat untuk pendidikan Indonesia menuju cita-cita yang dijunjung oleh Ki Hadjar Dewantara.