Kerusakan lingkungan kian sering kita dengar, namun ada upaya pelestarian yang sering diabaikan: melindungi lapisan ozon, yang penting bagi kehidupan sehari-hari. Banyak yang belum menyadari, mengurangi penipisan ozon sangat krusial karena lapisan ini melindungi kita dari sinar ultraviolet (UV) berbahaya.
Ozon terbentuk melalui proses fotokimia, yaitu reaksi akibat penyerapan radiasi seperti sinar UV. Sekitar 90% ozon ada di stratosfer, yang berfungsi menyerap sinar UV-B dari matahari, sementara 10% sisanya ada di troposfer, tempat makhluk hidup berada. Tanpa lapisan ozon, kehidupan di Bumi akan terancam, dengan risiko kanker kulit, gangguan sistem imun, dan rusaknya ekosistem akibat paparan UV yang tinggi.
Persoalan itu menjadi topik utama pembahasan dalam kegiatan “Swara Sore Seru” yang berlangsung pada jumat (20/09/2024) sore di NEHA Hub Id , Kota Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Kegiatan ini ini diselenggarakan sebagai bagian dari upaya Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) dan DMC Dompet Dhuafa dalam memperingati Hari Ozon 2024, dengan tema “Lindungi Ozon, Kurangi Perubahan Iklim”.
PFI, sebagai organisasi yang berkomitmen dalam isu lingkungan dan filantropi, bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga lapisan ozon demi keberlangsungan kehidupan di bumi. Acara ini diawali dengan pembahasan mengenai kebijakan dan upaya pemerintah dalam menyelamatkan lapisan ozon oleh Ibu Ir. Zulhasni, M.Sc, Kepala Sub Direktorat Pengendalian Bahan Perusak Ozon dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Pemerintah Indonesia telah meratifikasi perjanjian sejak 1992. Ada banyak jenis bahan perusak ozon, seperti CFC, metil kloroform, hingga pelarut tipe-x yang pernah kita gunakan di sekolah. Bahan-bahan ini banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, sejak 1992, kami perlahan-lahan mengurangi penggunaan bahan-bahan tersebut dan mencari alternatif penggantinya. Saat ini, banyak dari bahan perusak ozon itu sudah dihentikan penggunaannya,” jelas Zulhasni.
Dari pembahasan tadi, dapat disimpulkan bahwa pemerintah sudah mengambil langkah-langkah dalam mengurangi penggunaan bahan perusak ozon. Namun, masyarakat juga memiliki peran penting dalam menjaga lapisan ozon demi keberlangsungan hidup di bumi.
Kegiatan ini juga diisi dengan talkshow dan diskusi yang dipandu oleh Dinda Sanaloka, Program & Communication Manager PFI. Gaya pembawaannya yang komunikatif dan interaktif membuat audiens antusias mengikuti seluruh rangkaian acara.
Salah satu pembicara, Ahmad Baikhaki, Manager Kesiapsiagaan dan Mitigasi Adaptasi Perubahan Iklim dari DMC Dompet Dhuafa, menekankan pentingnya adaptasi terhadap perubahan iklim, khususnya ancaman radiasi sinar UV yang dapat merusak kulit dan ketahanan pangan. Ia menyoroti pentingnya menjaga lapisan ozon, karena jika rusak, sektor pertanian akan terdampak signifikan.
“Untuk menghadapi perubahan iklim, kita harus menjaga agar lapisan ozon tetap utuh. Gas seperti CO2 berpotensi merusaknya, sehingga kita harus berusaha mencegah hal ini,” ujar Baikhaki. Perubahan iklim bukan hanya tentang meningkatnya suhu atau cuaca yang tidak menentu, tapi juga terkait ketahanan pangan kita. Jika lapisan ozon rusak, tanaman bisa gagal panen, kesehatan masyarakat terganggu, dan bisa memicu krisis ekonomi, air, dan lainnya.
Dyah Hastari, mahasiswi dari STIM Budi Bakti, salah satu peserta acara, mengungkapkan antusiasmenya setelah mengikuti kegiatan ini. Ia merasa mendapatkan banyak wawasan baru, terutama mengenai perubahan iklim dan pelestarian lapisan ozon. “Acaranya seru, banyak insight baru tentang perubahan iklim. Saya jadi lebih sadar bahwa bumi ini sedang menghadapi krisis iklim.” ungkap Dyah. Kondisi lapisan ozon saat ini menunjukkan perkembangan positif.
Setelah penerapan Protokol Montreal, konsentrasi zat perusak ozon seperti CFC telah berkurang signifikan. Data satelit terbaru menunjukkan bahwa lapisan ozon mulai pulih, meskipun tantangan seperti perubahan iklim dan bahan-bahan baru yang berpotensi merusak masih perlu diwaspadai. Setiap dari kita memiliki tanggung jawab untuk menjaga bumi. Mari kita bersama-sama melestarikan bumi ini demi kehidupan masa depan, karena Bumi Cuma Satu, dan saatnya bertindak sekarang.
Jakarta, 20 September.