Mendorong Terciptanya Ruang Aman Antikekerasan dalam Mendukung Pendidikan yang Berkualitas

Dalam rangka mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan terkait Pendidikan Berkualitas, kolaborasi multi-pihak dalam membentuk iklim pendidikan yang ramah perlu didorong agar menjadi lingkungan yang mendukung untuk anak. Nyatanya, masih banyak bentuk kekerasan dan intimidasi yang terjadi di lingkungan pendidikan. Menurut Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2023, terjadi peningkatan tajam terkait kekerasan pada anak. Sayangnya, 8,6% pelaku kekerasan dilakukan oleh orang terdekat.

Tindakan kekerasan yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurangnya kesadaran dan pemahaman pendidik, sesama peserta didik, dan tenaga kependidikan di dalam lingkungan pendidikan tersebut. Lingkungan pendidikan yang mendukung dan bebas kekerasan akan mendukung hak para anak untuk mengenyam pendidikan yang aman dan nyaman tanpa mengalami kekerasan.

Berdasarkan fakta tersebut, Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) dan Yayasan Guru Belajar (YGB), mengadakan Philanthropy Sharing Session dengan tema kegiatan “Mendorong Terciptanya Ruang Aman Anti Kekerasan Dalam Mendukung Pendidikan yang Berkualitas” yang berkolaborasi dengan Tanoto Foundation, Wahana Visi Indonesia, INSPIRASI Foundation, dan Kemendikbudristek RI. Pertemuan ini diadakan untuk memperkuat hubungan dan interaksi dalam saling berbagi dan belajar mengenai upaya mendorong terciptanya ruang aman antikekerasan dalam mendukung pendidikan yang berkualitas di tataran strategis dan implementasi.

Kegiatan ini dihadiri oleh undangan dari anggota dan jaringan PFI. Dalam kata sambutannya, Direktur Eksekutif PFI, Gusman Yahya, menyampaikan bahwa “Komitmen yang kuat dengan dikeluarkannya Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023, membutuhkan dukungan dari semua pemangku kepentingan termasuk salah satunya dari organisasi filantropi melalui kegiatan-kegiatannya khususnya yang memiliki agenda untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Berdasarkan data Indonesia Philanthropy Outlook 2022, pendidikan berada di peringkat pertama sebagai program prioritas yang telah dijalankan oleh filantropi yaitu sekitar 39.7%, lalu diikuti oleh pemberdayaan ekonomi, lingkungan hidup, advokasi, dan kesehatan”. Oleh sebab itu, menurut Gusman, diperlukannya sinergi dan kolaborasi multi-pihak dalam mengakselerasi untuk menciptakan ruang aman antikekerasan untuk anak.

Rupritra Putri Utami, Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek RI, menjelaskan bahwa “Kemendikbudristek RI mencatat hampir 34% peserta didik (anak) berpotensi mengalami kekerasan seksual, 26% potensi kekerasan fisik, 36% mengalami perundungan. Dapat diartikan, 1 dari 10 anak mengalami kekerasan. Ini menunjukan betapa dunia pendidikan saat ini, dalam situasi darurat kasus kekerasan, kita harus bersama-sama menangani isu kekerasan ini”. Angka tersebut menunjukkan betapa dunia pendidikan sedang dalam situasi darurat kasus kekerasan. Meskipun Puspeka memang memiliki mandat untuk memberantas kekerasan dalam pendidikan, tapi upaya penanganan tentu membutuhkan keterlibatan dari berbagai pihak.

“Kami mengupayakan penanganan ini dengan beragam edukasi ke seluruh pihak, serta pembaruan regulasi tentang pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan dan perguruan tinggi melalui Permendikbudristek Nomor 46 tahun 2023 dan Permendikbudristek Nomor 30 tahun 2021,” kata Rusprita.

Satrio Rahargo, Spesialis Perlindungan Anak Wahana Visi Indonesia, menambahkan “Wahana Visi Indonesia menemukan fakta bahwa anak yang mengalami kekerasan, kerap kali kurang atau tidak memanfaatkan layanan konseling yang ada. Tidak ada laki-laki yang menjadi korban kekerasan untuk memanfaatkan layanan konseling”. Selain itu, data dari Wahana Visi Indonesia bahwa ajaran orangtua di wilayah timur Indonesia, masih ada yang menggunakan unsur kekerasan dalam mendidik anak seperti memukul, kekerasan verbal, dan sebagainya. Hal ini berkaitan dengan pendidikan karakter agak anak nyaman dalam belajar, menerima pelajaran dan bersosialisasi. Selain kekerasan pada anak yang diterima dari pendidik atau orangtua, adanya perundungan atau bullying dari teman sebayanya juga mempengaruhi implementasi ruang aman untuk anak.

Maman Basyaiban selaku Ketua Tim Perubahan Komunitas Yayasan Guru Belajar berpendapat “Dalam kaitannya lingkup ruang aman di dunia pendidikan, walaupun strateginya keren, medianya keren, tapi masih ada saja perundungan. Maka literasi dan numerasi kita tentang kekerasan tidak akan meningkat.” Maman menambahkan bahwa sebagai organisasi yang bergerak di sektor pendidikan secara kolektif, memiliki tanggung jawab dan peran yang besar untuk menciptakan ruang antikekerasan untuk pendidikan di Indonesia.

Terdapat sejumlah tantangan untuk menangani kekerasan pada anak yang ditemui. Maka dari itu, diperlukan perlindungan untuk korban maupun kerja sama dalam pencegahan dari seluruh pihak seperti edukasi, konseling, penegasan regulasi dan satuan kerja yang menangani kekerasan pada anak, dan lain-lain. Adapun pembaruan regulasi seperti Peraturan Menteri Pendidikan Budaya dan Riset Teknologi (Permendikbudristek) yang menggantikan Permendikbud Nomor 28 Tahun 2015 diharapkan pembaruan tersebut dapat mewujudkan lingkungan yang inklusif dan melindungi dari segala bentuk kekerasan pada anak.

Selanjutnya, Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) berharap melalui kegiatan Philanthropy Speed Networking untuk Klaster Filantropi Pendidikan (KFP) terciptanya kolaborasi antar anggota untuk mengimplementasikan setiap gagasan dan idenya di masing-masing kelompok secara gotongroyong menangani masalah kekerasan yang kerap terjadi di ruang lingkup pendidikan sehingga lebih efektif, efisien dan tepat sasaran.

Pada di kegiatan ini, juga dilaksanakan inaugurasi dan penyerahan estafet Koordinator KFP dari Tanoto Foundation kepada Yayasan Guru Belajar (YGB) sebagai Koordinator Klaster Filantropi Pendidikan terpilih periode 2023 – 2025. Pembina YGB Najelaa Shihab, menyampaikan terima kasih atas dukungan Anggota Klaster Filantropi Pendidikan sejak YGB bergabung di tahun 2019. “Kami menjadi Anggota Perhimpunan Filantropi Indonesia sejak 2019, mudah-mudahan waktu belajarnya lumayan cukup dalam berperan lebih sebagai koordinator,” ungkap Najelaa. Hal ini menjadi kesempatan bukan untuk mengajari tapi untuk belajar lebih banyak. “Kami ingin belajar sebanyak mungkin dari semua yang ada di sini (kepada) 54 Anggota KFP. Saya yakin tiap organisasi punya pengalaman yang luar biasa dalam konteksnya masing-masing.” PFI mengucapkan apresiasi dan terima kasih kepada Tanoto Foundation atas dukungan dan sumbangsihnya selama masa bakti 2018 – 2020 dan 2020 – 2022 dalam mengembangkan klaster. Di samping itu, kami ucapkan selamat bertugas kepada Yayasan Guru Belajar untuk memimpin KFP dua tahun ke depan, yakni 2023 – 2025.

Saksikan rekaman acaranya pada tautan di bawah atau melalui YouTube Filantropi Indonesia.

Bagikan:

Rekomendasi Berita

apresiasi-PFI-1
Mengenal Apa Itu Filantropi dan Praktiknya di Indonesia
DSC_0486
Pentingnya Penerapan, Penguatan Nilai-Nilai, dan Kolaborasi Kemanusian Untuk Menuju Solusi Inklusif dan Berkelanjutan
wings web feature image
Kesempatan Berbagi Praktik Baik untuk Anggota Perhimpunan Filantropi Indonesia

Berita Terkini

DSC_0221-scaled
Kolaborasi Filantropi untuk Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Berbasis Proyek
IMG_5799-scaled-e1733197753608
Simposium Filantropi untuk Aksi Iklim 2024 Mengakselerasi Transisi Hijau Indonesia melalui Filantropi Strategis
IMG_4682-scaled
Peran Perhimpunan Filantropi Indonesia dalam Meningkatkan Akses Vaksinasi dan Edukasi COVID-19 bagi Kelompok Rentan
Dapatkan berita dan informasi terbaru dari kami

Buat langkah kecil untuk bangkitkan perubahan