Philanthropy Sharing Sessions #37
31 Oktober 2023 – Kantor Akademisi Pengetahuan Ilmu Indonesia di Perpusatakaan Nasional Republik Indonesia
Indonesia dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia selama dua tahun berturut-turut berdasarkan World Giving Index yang dipublikasikan oleh Charities Aid Foundation. Norma agama dan budaya menjadi faktor pendorong utama kegiatan filantropi di Indonesia. Sebagai negara dengan jumlah populasi Muslim terbesar, filantropi diajarkan melalui Zakat, sedekah, dan wakaf. Diperkirakan potensi zakat, yang secara umum dianggap wajib bagi Muslim Indonesia, mencapai Rp 5,8 triliun setiap tahun. Gairah filantropi yang tinggi ini sering dianggap sebagai modal sosial yang kuat untuk mengatasi berbagai permasalahan di masyarakat seperti pengentasan kemiskinan dan peningkatan kohesi sosial. Pelaku filantropi pun kini berkembang tidak hanya individu, namun lembaga filantropi dan bisnis telah memberikan kontribusi dan dukungan yang cukup besar dalam membantu pencapaian agenda pembangunan negara dan SDGs.
Berdasarkan latar belakang tersebut, Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) dan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesaia (AIPI) berkolaborasi menyelenggarakan Philanthropy Sharing Session (PSS) #37 dengan topik ‘Mempertanyakan Ulang Makna Filantropi di Indonesia: Antara Agama, Bisnis dan Kemanusiaan’. Kegiatan ini dihadiri oleh lebih dari 199 partisipan yang hadir baik secara offline maupun online via Youtube Live AIPI. Dalam kata sambutannya Ketua AIPI, Prof. Dr. Daniel Murdiyarso, mengatakan niat atau tekat memberi merupakan budaya yang tumbuh dari masyarakat itu sendiri. Harapannya budaya yang indah ini terus lestari dengan nilai-nilai atau value yang baik. Termasuk kuantitasnya karena kita merupakan bangsa yang di di dalamnya masih banyak orang-orang yang kurang beruntung dan memerlukan uluran tangan dan budaya ini dapat membatu permasalahan tersebut.
Arifin Purwakananta, Ketua Badan Pengawas PFI dan Deputi BAZNAS, menambahkan dalam kata sambutannya bahwa fenomena menarik yang terjadi di Indonesia ialah bahwa kedermawanan tidak dilekatkan kepada apakah kita sudah makmur atau belum. Nyatanya kedermawanan bukan dihasilkan oleh seberapa besar kita memiliki kekayaan tetapi seberapa nilai-nilai kedermawanan yang berada di setiap dirinya dan ini merupakan hal yang baik yang terjadi di Indonesia. Dari sekian banyak kebuntuan kita di ilmu pengetahuan, ekonomi, dan budaya, filantropi menjadi menjadi pintu untuk bisa memberikan harapan untuk kita bahkan generasi kita kedepan untuk membangun negeri ini menjadi lebih baik.
Amelia Fauzia, Anggota Badan Pengurus PFI dan Direktur Social Trust Fund UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, memaparkan tantangan yang di hadapi di Indonesia salah satunya masih kuatnya praktik tradisional dan pemberian langsung sehingga banyak yang tidak terkelola dengan baik sehingga akuntabilitas dan transparansi menjadi lemah. Lembaga filantropi berbasis agama atau yang dikenal dengan faith-based organization dalam implementasinya masih menemukan banyak regulasi yang tumpang tindih.
Di sisi lain, potensi yang dapat dioptimalisasi adalah mengarahkan lembaga filantropi untuk lebih inklusif yang berfokus kepada keadilan sosial dan Pembangunan berkelanjutan. Sehingga agama apapun ketika mendistribusikan donasinya dapat diberikan kepada semua agama dengan prinsip non-diskriminatif untuk keadilan sosial jangka panjang. Penguatan filantropi agama semakin maju tetapi tidak terjebak kepada hal-hal politik praktis dan komodifikasi agama. Agenda SDGs dapat menjadi strategi untuk lembaga-lembaga filantropi berbasis agama yang masih tradisional untuk bisa bertransformasi. Upaya transformasi yang dapat dilakukan oleh lembaga filantropi berbasis agama ialah memperkuat akuntabilitas dan transparansi, mendorong pemerintah untuk fokus kepada pengawasan dan koordinasi untuk mengawal praktik filantropi, mendorong upaya kolaborasi di berbagai aspek, termasuk dalam bidang riset dan pengetahuan.
Dr. Bhirawa Anoraga, dari Universitas Islam Internasional Indonesia menjelaskan berdasarkan hasil riset yang dilakukannya bahwa secara umum lembaga filantropi mengangkat konten yang mengandung keagamaan dimana cenderung mendapatkan respon yang cukup besar oleh masyarakat di Indonesia. Ketika berbicara filantropi, publik memiliki multiple realities yang mempengaruhi ekspresi mereka dan multiple ties yang membuat mereka memiliki rasa solidaritas dengan muslim lain di luar negeri dan rasa solidaritas dengan warga di negara lain yang berbeda agama atau etnis tertentu. Tantangan yang dihadapi saat ini adalah menyeimbangkan visi antara lembaga filantropi dengan masyarakat luas sehingga masyarakat dapat secara positif mendorong lembaga filantropi, khususnya faith-based organization, agar menjadi lebih inklusif.
Trihadi Saptoadi, Anggota Badan Pengawas PFI dan Direktur Yayasan Tahija, melengkapi diskusi dengan melihat filantropi dari perspektif bisnis dan keluarga bisnis. Dalam konteks filantropi dan bisnis, cenderung membawa mindset bisnis ke filantropi dengan nilai-nilai bisnis untuk menghasilkan kemandirian sosial, ekonomi berkelanjutan, serta membangun reputasi positif perusahaan. Tantangan tabrakan kepentingan shareholders versus stakeholders untuk memastikan yang paling miskin dan membutuhkan mendapatkan manfaat, membedakan aktivitas marketing dan filantropi, mengambil pilihan-pilihan strategis sesuai prinsip dan nilai kemanusiaan, serta membangun tata kelola yang sehat bagi independensi pekerjaan filantropi. Sedangkan dalam konteks filantropi keluarga bisnis, kegiatan filantropi menjadi kesempatan bagi keluarga membangun kehidupan keluarga yang seutuhnya (fullness of life), membawa mindset bisnis ke filantropi dan nilai-nilai filantropi ke bisnis, memiliki ruang kebebasan mengambil resiko untuk inovasi, dan pendanaan jangka panjang bagi dampak berkelanjutan, membangun legacy dan reputasi keluarga, kekuatan jaringan mitra bisnis. Tantangan bagaimana mengelola independensi dan tata kelola organisasi, merekrut manajemen profesional, menjaga komimen generasi berikutnya, dan membangun kemitraan untuk memperkuat sumber daya.
Sebagai contoh kontribusi filantropi keluarga bisnis di Amerika Serikat diperkirakan ada 40.000 filantropi keluarga bisnis berkontribusi sebesar 499.33 miliar USD di tahun 2022, berdasarkan data dari Lily Family School of Philanthropy. Kontribusi 100 filantropi keluarga bisnis di Inggris mencapai 1 miliar poundsterling setiap tahunnya. Laporan PFI dan Sasakawa Peace Foundation juga menyebutkan lembaga filantropi di Indonesia melaporkan kontribusinya mencapai 1 triliun rupiah di tahun 2018 – 2020. Menariknya ketika ada krisis kontribusi meningkat 8,9% tahun 2020 meningkat drastis 25,8% karena pandemi COVID-19. Jadi, tren filantropi di Indonesia masih di tentukan oleh suatu kejadian tertentu belum berdonasi secara berkelanjutan walaupun nominalnya sedikit.
Foto qna dan narasumber
Penentu arah filantropi kedepan akan dipengaruhi oleh beberapa elemen diantaranya pertama, peran negara dan kebijakan sektor filantropi. Kedua, perkembangan persepsi masyarakat dan para pemangku kepentingan terhadap kesenjangan ekonomi. Ketiga, kepercayaan sosial dan komitmen lembaga filantropi untuk melakukan swa-regulasi dalam berkontribusi dalam krisis kemanusiaan yang kompleks berskala besar. Culture of giving atau budaya memberi di Indonesia juga perlu diperkuat. Kedepannya, Indonesia butuh untuk terus menumbuhkan budaya kegiatan filantropi berbasiskan kepercayaan atau trust kerelaan berdonasi untuk ilmu pengetahuan dan riset sehingga berkontribusi untuk kemajuan peradaban manusia secara keseluruhan.
Kolaborasi dan beraliansi untuk agenda 2030 bagi dampak berkelanjutan sehingga kontribusinya dapat di ukur akuntabilitas dan tatakelola yang baik perlu dilakukan. Lembaga filantropi juga harus mulai memperbaiki integritas dan tata kelola yang sehat. Lembaga filantropi harus mulai ambil andil dalam mengembangkan kebijakan yang ramah bagi pelaku filantropi dan kemanusiaan serta di saat yang sama mendorong filantropi bisnis dan keluarga bisnis memelihara nilai-nilai dan prinsip kemanusiaannya.
Saksikan rekaman acaranya pada tautan di bawah atau melalui YouTube Filantropi Indonesia.