Bangsa Indonesia patut bangga, karena penghargaan ini didapat Indonesia selama 5 kali berturut-turut. Untuk dapat mempertahankan predikat sebagai bangsa yang paling dermawan, selain akuntabilitas dan tata kelola yang baik, diperlukan harmonisasi regulasi yang mendukung perkembangan filantropi di Indonesia. Di saat yang bersamaan, pelaku filantropi diharapkan menjalankan kegiatan filantropinya secara beretika, salah satunya mendorong akuntabilitas. Akuntabilitas penting untuk menjaga kepercayaan donatur. Selain itu, adanya regulasi yang kuat juga diperlukan. Kehadiran regulasi yang baik dan kuat bukan untuk mengekang lembaga maupun aktivitas filantropi, melainkan untuk meningkatkan kegiatan berderma yang selama ini telah berjalan dengan baik.
Bangsa Indonesia patut bangga, karena penghargaan ini didapat Indonesia selama 5 kali berturut-turut. Untuk dapat mempertahankan predikat sebagai bangsa yang paling dermawan, selain akuntabilitas dan tata kelola yang baik, diperlukan harmonisasi regulasi yang mendukung perkembangan filantropi di Indonesia. Di saat yang bersamaan, pelaku filantropi diharapkan menjalankan kegiatan filantropinya secara beretika, salah satunya mendorong akuntabilitas. Akuntabilitas penting untuk menjaga kepercayaan donatur. Selain itu, adanya regulasi yang kuat juga diperlukan. Kehadiran regulasi yang baik dan kuat bukan untuk mengekang lembaga maupun aktivitas filantropi, melainkan untuk meningkatkan kegiatan berderma yang selama ini telah berjalan dengan baik.
Untuk mendorong penegakkan etik dalam kegiatan filantropi, Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) telah mempublikasikan Kode Etik Filantropi (KEFI) di tahun 2021. Kode Etik Filantropi dikembangkan dengan tujuan: (1) Meningkatkan kualitas pengelolaan organisasi filantropi, baik yang dilakukan oleh individu, komunitas maupun lembaga filantropi, (2) Meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap organisasi dan pegiat filantropi, dan (3) Melindungi masyarakat dari praktik-praktik penyalahgunaan filantropi sebagai konsekuensi dari perkembangan filantropi yang pesat di Indonesia.
Lainnya, elemen penting yang perlu mendapat perhatian dalam menciptakan ekosistem filantropi adalah regulasi. Indonesia sebetulnya sudah ada regulasi terkait filantropi, hanya saja tidak spesifik dinamakan sebagai UU Filantropi. Peraturan ini terpecah menjadi beberapa UU, misal UU PUB, UU Zakat, UU Wakaf. Selain itu Indonesia sudah banyak memiliki undang-undang terkait atau yang mendukung filantropi, salah satunya dan UU PUB tahun 1961 yang tentu dalam perkembangannya sudah banyak yang berubah, sehingga konteksnya sudah berbeda dan butuh penyegaran. Perlu adanya harmonisasi antara satu regulasi dengan regulasi yang lainnya, misal UU PUB dengan UU Zakat yang muncul di tahun 2011 lalu antara UU Zakat dan Permensos, karena saat ini terdapat kesan antar regulasi yang satu dengan yang lainnya tidak saling menguatkan, yang akhirnya muncul kebingungan bagi pelaku filantropi.
Ranah filantropi sangat membutuhkan adanya aturan terbaru yang mengatur aktivitas filantropi secara jelas. Regulasi tersebut dapat berupa undang-undang yang berfungsi untuk menjaga agar kegiatan filantropi dapat terbebas dari celah yang berpotensi menimbulkan pelanggaran di kemudian hari. Namun, regulasi baru tersebut harus dibuat seproporsional mungkin agar jangan sampai aturan tersebut justru mengekang lembaga filantropi dan menghambat aktivitas berderma para donatur.