Kesehatan adalah hak dasar setiap individu, namun seringkali masyarakat adat dan kelompok rentan menghadapi tantangan yang berbeda dalam mengakses layanan kesehatan. Untuk mengatasi hal ini, berbagai pihak terlibat dalam inisiatif kolaboratif untuk meningkatkan akses kesehatan bagi kelompok-kelompok yang rentan. Sehubungan dengan hal tersebut, Koalisi Akses Vaksinasi untuk Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan (Koalisi Akses Vaksin) dibentuk atas dasar inisiatif beberapa Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap upaya untuk melindungi masyarakat adat dan kelompok rentan dari paparan COVID-19 melalui akselerasi akses vaksinasi COVID-19 bagi kelompok-kelompok rentan tersebut.
Dengan berakhirnya pandemi dan selesainya program vaksinasi bagi Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan, Koalisi untuk Akses Vaksin pada tangggal 30 Januari 2024, bertempat di Jakarta, bersepakat untuk mentranformasi menjadi Koalisi Akses Kesehatan. Kesepakatan pembentukan koalisi baru ini dihadiri oleh anggota koalisi yaitu: Perhimpunan Filantropi Indonesia, HWDI, LTKL, OHANA, PEKKA, PIRAC, PPMN, WALHI, dan KPA.
Koalisi Akses Kesehatan untuk Kelompok Rentan dan Masyarakat Adat Indonesia nantinya akan memiliki fokus utama untuk membantu akses pelayanan kesehatan yang inklusif untuk masyarakat adat, disabilitas, dan kelompok rentan lainnya. Pada lokakarya ini juga turut mengundang REKAN Indonesia dan Suara Kita pada diskusi panel “Identifikasi Advokasi NIK, BPJS dan Akses Kesehatan untuk Masyarakat Adat dan Kelompok Rentan”. Kegiatan ini juga sebagai pemantik fokus program lainnya yang akan dijalankan oleh Koalisi Akses Kesehatan.
Martha Tiana Hermawan, REKAN Indonesia memiliki program advokasi kesehatan dan sosialisasi. REKAN Indonesia merupakan sebuah organisasi relawan yang menghimpun, membangun dan menjaga semangat dan ketulusan perjuangan relawan yang berbasis kemasyarakatan untuk kesehatan masyarakat Indonesia.
Hermawan menyampaikan, pentingnya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi Penerima Bantuan (PBI). Kendala JKN adalah batas waktu pendaftaran yang sudah ditentukan oleh undang-undang BPJS. Efek domino akibat Covid-19 menyebabkan iuran tetap berjalan. Oleh karena itu, masyarakat perlu membayar iuran terlebih dahulu agar bisa mengakses layanan kesehatan kembali.
Sementara itu, Hartoyo dari Suara Kita menyampaikan perlu adanya bantuan adminduk untuk para warga yang tidak memliki alamat tempat tinggal dan NIK agar bisa mengakses kesehatan tersebut. Suara Kita juga membantu pendaftaran komunitas transgender, waria, dan lainnya untuk mendapatkan BPJS Ketenagakerjaan.
Suara Kita kini tengah mendorong para transgender untuk memiliki BPJS Ketenagakerjaan dalam program klaim kematian. Dana ini nantinya akan dikelola sebagai dana jaminan sosial mereka. Namun ada kesulitan pada proses klaim tersebut karena mereka tidak memilki keluarga. Persoalan ini membawa Suara Kita ke Kementerian Ketenagarakerjaan untuk melakukan advokasi.
Dari diskusi panel tersebut, dapat disimpulkan perlu adanya kolaborasi atau kerjasama antar multi stakeholder dalam membantu program-prorgram yang dibutuhkan. Koalisi Akses Kesehatan nantinya akan memiliki fokus program diantaranya, akses adminduk (administrasi kependudukan), akses BPJS Kesehatan PBI dan Mandiri, akses alat bantu untuk disabilitas, dan lainnya.
Di hari yang sama, setelah pembentukan Koalisi Akses Kesehatan dan pemilihan koordinator, terpilihlah Rina Prasarani dari HWDI sebagaii koordinator dan Nor Hiqmah dari PIRAC sebagi wakil. Nantinya, Koalisi Akses Kesehatan untuk kelompok rentan dan masyarakat adat Indonesia ini dikenalkan kepada publik dalam acara apresasi kolaborasi percepatan vaksinasi COVID-19 keesokan harinya (31/1).