Simposium Filantropi untuk Aksi Iklim 2024 Mengakselerasi Transisi Hijau Indonesia melalui Filantropi Strategis

Jakarta, 21 November 2024 — Perhimpunan Filantropi Indonesia, Dompet Dhuafa, Climateworks Center, serta Klaster Filantropi Lingkungan Hidup & Konservasi mengadakan Simposium Filantropi untuk Aksi Iklim dengan tema “Mengakselerasi Transisi Hijau: Peran Strategis Filantropi di Indonesia.” Simposium ini menjadi ruang kolaborasi bagi para pemangku kepentingan dari lembaga filantropi, pembuat kebijakan, LSM, hingga perwakilan komunitas untuk membahas peran filantropi yang strategis dalam mendukung aksi iklim di Indonesia.

Perubahan iklim menjadi isu mendesak yang berdampak luas terhadap kesehatan, ekonomi, dan lingkungan. Sebagai negara kepulauan dengan kekayaan keanekaragaman hayati, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Proyeksi suhu saat ini menunjukkan kemungkinan kenaikan hingga 1,4°C antara 2040 dan 2059 jika tidak ada tindakan yang diambil. Peningkatan suhu ini mengancam ketahanan pangan, stabilitas ekonomi, dan mata pencaharian masyarakat pesisir. Riset dari Kementerian Kelautan dan Perikanan bahkan memproyeksikan hingga 1.500 pulau kecil di Indonesia dapat tenggelam pada 2050 akibat naiknya permukaan laut. Selain itu, bencana terkait iklim dan penyakit menular berbasis vektor seperti demam berdarah kemungkinan akan meningkat.

Dalam konteks ini, peran filantropi di Indonesia semakin penting. Organisasi filantropi mendukung aksi iklim melalui pendanaan untuk riset kritis, advokasi kebijakan, dan inisiatif yang memperkuat ketahanan komunitas. Data Indonesia Philanthropy Outlook 2024 menunjukkan bahwa isu iklim dan lingkungan hidup berada di antara lima area prioritas utama bagi filantropi di Indonesia, menunjukkan komitmen berkelanjutan dalam mendukung aksi iklim.

Ahmad Juwaini, Ketua Dompet Dhuafa, membuka acara dengan menyoroti karakteristik unik filantropi di Indonesia yang banyak didukung oleh masyarakat kelas menengah ke bawah, yang ia sebut sebagai Orang Biasa dengan Keimanan Luar Biasa. Hal ini berbeda dengan negara-negara kaya di mana filantropi lebih banyak didanai oleh individu kaya. Juwaini menegaskan bahwa Indonesia berpotensi mengumpulkan hingga Rp3 triliun untuk aksi iklim, yang dapat dimanfaatkan untuk proyek-proyek ketahanan berbasis komunitas serta inisiatif iklim lainnya.

Mantan Menteri Bambang Brodjonegoro menekankan bahwa blended finance sangat penting untuk mempercepat transisi energi hijau di Indonesia. Dengan biaya awal pengembangan energi terbarukan yang tinggi, Brodjonegoro menyoroti pentingnya peran regulasi untuk mendorong peralihan dari energi fosil ke sumber energi bersih. Menurutnya, filantropi dapat mengisi sebagian kesenjangan pendanaan, terutama dalam mendukung adaptasi iklim, yang hanya menerima sebagian kecil dari total dana iklim yang tersedia.

Sesi 1: Filantropi dan Perubahan Iklim – Tantangan dan Peluang

Sesi panel pertama membahas tantangan dan peluang yang dihadapi organisasi filantropi yang berkomitmen mendukung aksi iklim di Indonesia.

Guntur Sutiyono dari Indonesia Climateworks Center memberikan gambaran tantangan iklim di Indonesia, menyatakan bahwa dalam kondisi saat ini, sulit bagi dunia untuk mencapai target kenaikan suhu di bawah 1,5°C tanpa intervensi besar-besaran. Indonesia menghadapi kesenjangan pembiayaan iklim sekitar Rp1.200 triliun, sementara ketergantungan terhadap bahan bakar fosil masih tinggi. Sutiyono menekankan bahwa mengatasi kendala regulasi dan fiskal sangat penting untuk membangun ketahanan iklim di Indonesia.

Jalal, Ketua Dewan Penasihat Social Investment Indonesia, menggarisbawahi bahwa rendahnya kesadaran publik menjadi salah satu hambatan utama dalam aksi iklim di Indonesia. Umumnya, masyarakat lebih peduli pada bantuan kemanusiaan dan donasi keagamaan daripada isu lingkungan. Meski demikian, filantropi di Indonesia kini mulai berinovasi dengan meningkatkan literasi iklim dan mendorong kolaborasi lintas pemangku kepentingan.

Uminatus Sholikah, salah satu anggota dewan Puspita Bahari, komunitas perempuan dari Demak, menekankan peran penting perempuan dalam adaptasi terhadap iklim. Ia berbagi contoh bagaimana perempuan pesisir membangun ketahanan ekonomi melalui koperasi dan pos bantuan hukum yang membantu masyarakat beradaptasi dengan naiknya permukaan air laut.

Dari sisi akademisi, Alin Halimatussadiah dari LPEM FEB-UI menekankan pentingnya peran institusi riset, universitas, dan think tank dalam mendukung aksi iklim di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa institusi ini menyediakan data dan rekomendasi kebijakan berbasis bukti, yang membantu pemerintah dan sektor swasta mengintegrasikan strategi mitigasi dan adaptasi iklim. Beberapa inisiatif utama yang dipimpin oleh LPEM FEB-UI, seperti I-CLIMB, ICGD, dan Future Food Forum, menyoroti dampak kolaboratif dari kemitraan akademik yang strategis.

Sesi 2: Pendekatan Lokalisasi untuk Solusi Iklim

Sesi panel kedua menyoroti pentingnya pendekatan pelokalan dalam solusi iklim agar mencapai dampak jangka panjang.

Arif Rahmadi Haryono, General Manager Program Dompet Dhuafa, menekankan bahwa komunitas yang terdampak bencana harus diperlakukan sebagai aktor penting, bukan sekadar penerima bantuan. Keterlibatan langsung komunitas dalam proses pemulihan akan membuat mereka lebih tangguh dan mandiri dalam menghadapi tantangan di masa depan.

Chandra Kirana, Pendiri Sekar Kawung Foundation, memperkenalkan metode appreciative inquiry, yaitu pendekatan yang mencari kekuatan dan potensi dalam komunitas lokal. Sekar Kawung, di Sumba Timur, mendukung penenun tradisional yang menggunakan pewarna alami untuk menjaga warisan budaya sekaligus melestarikan ekosistem lokal. Selain itu, Sekar Kawung juga mempromosikan produk seperti sirup dan selai asam sebagai bagian dari strategi pengembangan ekonomi dan keanekaragaman hayati.

Wahyudi dari Yayasan Agri Sustineri menjelaskan bagaimana pendekatan lokalisasi melibatkan survei dan diskusi kelompok terfokus (FGD) untuk merancang solusi yang disesuaikan dengan komunitas. Yayasan ini mengembangkan kompetensi pemuda melalui pelatihan, memungkinkan mereka menjadi wirausaha agribisnis yang tangguh. Kemitraan dengan startup agribisnis membantu meningkatkan akses ke teknologi dan pasar, mendorong pertumbuhan agribisnis lokal yang berkelanjutan.

Terakhir, Ratu Nabillah dari Yayasan Tay Juhana mempresentasikan penelitian tentang dinamika sosial dalam ekosistem lahan gambut, yang memainkan peran penting dalam penyerapan karbon, relevan dengan mitigasi iklim.

Simposium ini menegaskan kembali bahwa filantropi memiliki peran strategis dalam transisi Indonesia menuju masa depan yang lebih hijau. Dengan kemitraan lokal, keterlibatan komunitas, dan mekanisme pendanaan inovatif, filantropi siap mendukung baik mitigasi maupun adaptasi terhadap perubahan iklim. Melalui peningkatan kesadaran, dukungan untuk solusi lokal, dan investasi dalam pembangunan berkelanjutan, filantropi dapat mempercepat kemajuan Indonesia menuju tujuan iklim nasional.

Acara ini juga menekankan perlunya kolaborasi lebih dalam antara organisasi filantropi, lembaga pemerintah, dan kelompok masyarakat untuk membangun masa depan yang berkelanjutan dan tangguh bagi Indonesia. Setiap sesi juga mencakup segmen tanya jawab, yang memperkaya wawasan peserta dan pembicara mengenai perubahan iklim.

Bagikan:

Rekomendasi Berita

DSC_0221-scaled
Kolaborasi Filantropi untuk Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Berbasis Proyek
Insentif Pajak NL 1508(1)
Insentif Pajak untuk Kegiatan Filantropi dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia
PSD-Feb-2023
Pengukuran Dampak dan Kapasitas Lembaga Nirlaba Filantropi serta Bisnis

Berita Terkini

DSC_0221-scaled
Kolaborasi Filantropi untuk Penguatan Pendidikan Karakter Melalui Pembelajaran Berbasis Proyek
IMG_5799-scaled-e1733197753608
Simposium Filantropi untuk Aksi Iklim 2024 Mengakselerasi Transisi Hijau Indonesia melalui Filantropi Strategis
IMG_4682-scaled
Peran Perhimpunan Filantropi Indonesia dalam Meningkatkan Akses Vaksinasi dan Edukasi COVID-19 bagi Kelompok Rentan
Dapatkan berita dan informasi terbaru dari kami

Buat langkah kecil untuk bangkitkan perubahan