JAKARTA-17 November 2022
Indonesia yang dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia menurut riset World Giving Index 2022 yang dikeluarkan oleh Charities Aid Foundation. Bangsa Indonesia patut bangga, karena penghargaan ini didapat Indonesia selama 5 kali berturut-turut. Kedermawanan Indonesia tersebut juga dibuktikan dari hasil survei Indonesia Philanthropy Outlook 2022 (ditulis juga dalam bahasa Inggris) yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Filantropi Indonesia yang studinya dilakukan bersama dengan Lembaga Survei KedaiKOPI. Dalam studi tersebut, menyebutkan ada 7 (tujuh) area kemajuan filantropi di Indonesia, diantaranya terkait dengan peningkatan donasi dan penyalurannya, transformasi tata kelola lembaga filantropi, profesionalitas dan kapasitas pelaku filantropi, dan inovasi dalam berderma di Indonesia.
Untuk dapat mempertahankan predikat sebagai bangsa yang paling dermawan, selain akuntabilitas dan tata kelola yang baik, diperlukan harmonisasi regulasi yang mendukung perkembangan filantropi di Indonesia, Disaat yang bersama, pelaku filantropi diharapkan menjalankan kegiatan filantropinya secara beretika. Hal ini disampaikan oleh Rizal Algamar selaku Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia di Menteng, Jakarta Pusat.
Dengan semakin meningkatnya aktivitas filantropi di Indonesia, Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) menerbitkan Kode Etik Filantropi Indonesia (KEFI) di tahun 2021. “Kode Etik Filantropi Indonesia diperlukan karena pesatnya berkembangnya aktivitas Filantropi, tidak hanya kalangan kelas atas, melainkan juga masyarakat menengah ke bawah, sehingga para filantropis dapat menjaga kepercayaan publik”, terang Rizal.
Menguatkan penjelasan Rizal, Direktur Eksekutif Perhimpunan Filantropi Indonesia, Gusman Yahya, menekankan bahwa penting hadirnya akuntabilitas dalam sebuah lembaga filantropi “Akuntabilitas penting untuk menjaga kepercayaan donatur”. Disamping akuntabilitas lembaga filantropi, Gusman juga mendorong adanya regulasi yang mendukung. Kita memerlukan regulasi yang dapat mendukung perkembangan filantropi yaitu yang memudahkan dalam berderma dan memperkuat akuntabilitas pelaku, bukan untuk mengekang aktivitas filantropi, yang selama ini telah berjalan dengan baik.
Terkait Undang-Undang Pengumpulan Uang dan Barang (UU-PUB), Akademisi dan Anggota Badan Pengawas Perhimpunan Filantropi Indonesia Kristianto Silalahi menekankan perlunya pembaruan peraturan tersebut mengingat banyak hal yang sudah berubah seiring waktu. “Kita perlu regulasi filantropi di Indonesia karena yang namanya penyimpangan dan pelanggaran sangat mungkin terjadi. UU PUB tahun 1961 tentu dalam perkembangannya sudah banyak yang berubah, sehingga konteksnya sudah berbeda dan butuh penyegaran”, ujarnya.
Mengenai KEFI, Ketua Gugus Tugas KEFI & Presiden Human Initiative, Tomy Hendrajati menyebutkan perlunya aturan main dalam menjalankan kegiatan filantropi, yang diatur dalam kode etik dan regulasi yang ada. “Kerap kali penerima sumbangan digambarkan kesedihannya sedemikian rupa, karena mungkin itu memudahkan dalam menarik perhatian orang untuk berdonasi. Pada Kode Etik FIlantropi Indonesia ini kami tidak menyarankan hal seperti itu untuk terjadi”, kata Tomy.
Sebagai penutup diskusi, Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Filantropi Indonesia, Timotheus Lesmana W berharap dengan adanya KEFI dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga filantropi. “Kita semua berharap dengan etika filantropi ini mungkin orang akan lebih banyak lagi yang mau berfilantropi, karena mereka sadar bahwa terdapat aturan yang jelas sehingga mereka merasa yakin memberikan kelebihan kekayaannya untuk aktivitas filantropi”, tandasnya.
Diskusi publik “Menegakkan Kode Etik Sektor Filantropi, Menguatkan Pengawasan melalui Regulasi” merupakan kegiatan kolaborasi antara Perhimpunan Filantropi Indonesia dengan Lembaga Survei KedaiKOPI Kegiatan ini turut dihadiri oleh Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia Rizal Algamar, Direktur Eksekutif Perhimpunan Filantropi Indonesia Gusman Yahya, Ketua Gugus Tugas KEFI & Presiden Human Initiative Tomy Hendrajati, Direktur Perencanaan ZIS-DSKL Nasional (BAZNAS RI) Ahmad Hambali, Wakil Ketua Dewan Penasihat Perhimpunan Filantropi Indonesia Timotheus Lesmana W., Sekretaris Badan Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia Hamid Abidin, Akademisi dan Anggota Badan Pengawas Perhimpunan Filantropi Indonesia Kristianto Silalahi, dan Chief Marketing Officer Rumah Zakat Irvan Nugraha sebagai pembicara.