Filantropi Indonesia (FI) menjalin kemitraan dengan beberapa asosiasi dan lembaga filantropi di Cina untuk pengembangan real-time database dan indeks transparansi lembaga filantropi. Dua instrumen tersebut dinilai sebagai perangkat modern dalam memperkuat transparansi dan akuntabilitas filantropi di berbagai negara, termasuk di Cina. Karena itu, Filantropi Indonesia bersama dengan BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) dengan dukungan dari Ford Foundation melakukan kunjungan ke Cina pada 13-16 Agustus 2019 dan mengkaji pengembangan real-time database and Foundation Transparancy Index (FTI) di China Foundation Center (CFC). Foundation Transparancy Index sudah diakui dan menjadi rujukan bagi lembaga-lembaga filantropi Cina dan filantropi global sebagai salah satu solusi inovatif dan standar baru dalam mendorong dan meningkatkan transparansi lembaga-lembaga filantropi.
Hamid Abidin, Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia, menjelaskan bahwa FTI merupakan sistem database lembaga filantropi yang dibangun untuk memberikan layanan informasi berbasis online secara real-time kepada publik mengenai lembaga filantropi di Cina berikut program dan laporan keuangannya. CFC sebagai pengelola FTI mengumpulkan informasi tersebut dari laporan yayasan yang disampaikan di situs organisasinya dan laporan yang disampaikan kepada pemerintah. Dari informasi-informasi inilah, FTI kemudian melakukan pemeringkatan berdasarkan indikator yang sudah ditetapkan untuk menentukan posisi dan peringkat yayasan tersebut. FTI memiliki 40 indikator transparansi yang dikelompokkan dalam 4 katagori: informasi dasar organisasi, informasi program/proyek, informasi keuangan dan informasi donor. Posisi dan peringkat yayasan di FTI bersifat dinamis bergantung pada seberapa lengkap data yang mereka sampaikan ke publik.
Selain belajar tentang pengembangan data base dan FTI di CFC, Filantropi Indonesia juga berkunjung ke beberapa asosiasi dan lembaga filantropi di Cina untuk berbagi informasi dan menjalin kemitraan. Beberapa lembaga yang dikunjungi adalah CCA (China Charity Alliance), China Global Filantropi Institute, Tanoto Foundation Beijing, dan Ford Foundation Cina. Melalui kunjungan ini, Filantropi Indonesia berbagi sekaligus menyerap banyak informasi dan inspirasi yang diharapkan bisa jadi rujukan dalam pengembangan filantropi di Indonesia. “Indonesia dan Cina memiliki banyak kesamaan dalam hal kebijakan dan kultur filantropi sehingga ada banyak gagasan dan inisiatif yang bisa diadaptasi, tentu melalui penyesuaian dengan kultur dan konteks filantropi Indonesia,” kata Hamid.
Cina dikenal sebagai salah satu negara yang kegiatan filantropinya berkembang sangat pesat dalam sepuluh tahun terakhir. Di negara tirai bambu yang dikenal sangat tertutup ini, sektor filantropi baru tumbuh pada tahun 2008 yang dipicu oleh terjadinya gempa bumi dahsyat di wilayah Wenchuan. Bencana nasional itu dinilai sebagai momentum kebangkitan filantropi Cina yang menggerakkan ribuan inisiatif penggalangan dan penyaluran sumbangan oleh berbagai yayasan, sebuah fenomena yang belum ada sebelumnya. Perkembangan Filantropi Cina mencapai puncaknya pada tahun 2016 seiring dengan diterbitkannya China Charity Law sebagai regulasi yang mendorong dan memfasilitasi perkembangan filantropi di Cina. Sejak regulasi tersebut dirilis, pertumbuhan lembaga filantropi mengalami kenaikan yang fantastis dengan rata rata pertumbuhan 64,9% per tahun. Sampai tahun 2018 di Cina sudah berdiri lebih dari 800.000 organisasi sosial dan 7.333 diantaranya merupakan yayasan amal/filantropi. Total aset organisasi filantropi di Tiongkok diperkirakan mencapai RMB 60,4 Milyar dengan perolehan donasi RMB 33,7 M per tahun dan penyaluran hibah mencapai RMB 25,6 Milyar per tahun. Kini beberapa lembaga filantropi Cina sudah bermetamorfosis menjadi yayasan filantropi global yang tidak hanya memberikan dukungan hibah dan layanan sosial untuk warga Cina, tapi masyarakat di belahan bumi lainnya.
“Perkembangan filantropi yang cukup fantastis di Cina bisa jadi inspirasi, model dan bench marking dalam pengembangan filantropi di Indonesia melalui pengembangan regulasi yang kondusif dan instrumen transparansi inovatif” kata Hamid.