Intensitas akan dampak dari perubahan iklim akan semakin bertingkat selama beberapa dekade mendatang apabila tidak dimitigasi sedini mungkin. Perjanjian Paris menjadi komitmen para pemimpin global untuk mengatasi perubahan iklim dengan membatasi pemanasan global hingga di bawah 2 derajat Celcius dengan membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celcius. Kesepakatan tersebut telah memainkan peran penting dalam mendorong aksi iklim global dan memberikan kerangka kerja bagi negara-negara untuk bekerja sama dalam memerangi perubahan iklim.
Dalam konteks filantropi di Indonesia, filantropi merupakan salah satu sektor dan pemangku kepentingan utama yang dapat memperkuat pesan, pendekatan, serta kontribusi perubahan terkait perubahan iklim. Filantropi memainkan peran penting dalam respons dunia terhadap perubahan iklim dengan menargetkan geografi, industri, dan masyarakat tertentu yang paling membutuhkan dukungan sehingga memiliki kekuatan untuk mempengaruhi perubahan sistem iklim. Hal ini didukung dengan data Indonesia Philanthropy Outlook 2022 yang menyatakan bahwa sekitar 19% filantropi di Indonesia telah menjalankan program terkait perubahan iklim dan menempati posisi ketiga dalam lima agenda prioritas yang dijalankan.
Melihat perkembangan tersebut, Perhimpunan Filantropi indonesia (PFI) dan Yayasan Visi Indonesia Raya Emisi Nol Bersih (ViriyaENB) mengadakan Climate Philanthropy Dinner dengan beberapa filantropi internasional seperti Bloomberg Philanthropies, ClimateWorks Foundation, High Tide Foundation, IKEA Foundation, dan Sequoia Climate Foundation. Pertemuan ini diadakan untuk memperkuat hubungan dan interaksi antar anggota PFI dan filantropi internasional agar bertukar pandangan dan pengetahuan terkait aksi perubahan iklim di level global dan nasional.
Makan malam ini dihadiri oleh dua belas pimpinan dari anggota PFI yang bergerak di bidang perubahan iklim dimana mereka diberikan ruang untuk menyampaikan pencapaian, tantangan, serta fokus insiatif yang sedang dikembangkan saat ini dalam rangka mitigasi perubahan iklim. Ditekankan bahwa saat ini lembaga filantropi di Indonesia telah berusaha untuk menyelaraskan nilai organisasinya dan programnya dengan perubahan iklim. Direktur Eksekutif PFI, Gusman Yahya, menambahkan bahwa “Kami sebagai sebuah perhimpunan menyadari kebutuhan akan peningkatan kapasitas anggota dalam hal tersebut. Oleh sebab itu, melalui Klaster Filantropi Lingkungan Hidup dan Konservasi (KFLHK) bersama dengan para anggota, kami menyelenggarakan beberapa kegiatan seperti sharing sessions, workshop, kampanye bersama yang didasari oleh semangat gotongroyong antar anggota”.
Guntur Sutiyono, Country Head Indonesia Climateworks Center, juga menjelaskan bahwa “Di tahun 2022 kami berkolaborasi dengan PFI dan Belantara mengembangkan serial kegiatan luring melalui program CLICK Series (Climate Change Knowledge) untuk membangun kapasitas anggota dan mitra PFI melalui pendidikan dan peningkatan kesadaran mengenai perubahan iklim, pertukaran pengetahuan dan pengalaman lintas sektor terkait aksi iklim, dan pengembangan strategi skema pendanaan iklim inovatif yang akan membantu mitigasi dampak perubahan iklim”.
Filantropi internasional memberikan tanggapan dan respon yang sangat positif dalam diskusi dengan anggota PFI. Ini merupakan kunjungan filantropi internasional yang ketiga dan mereka menyatakan bahwa telah berkembangnya perhatian dan kontribusi filantropi nasional terhadap aksi perubahan iklim. Dalam rangka mendukung penguatan kontribusi dan dampak filantropi nasional, para filantropi interasional membuka peluang kolaborasi untuk saling menguatkan dari berbagai aspek, seperti pengetahuan dan invoasi terkait mitigasi perubahan iklim.
Rizal Algamar, Ketua Badan Pengurus PFI, menambahkan “Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah, kekayaan warisan budaya, dan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun, negara ini menghadapi berbagai tantangan sosial dan iklim, yang mencakup kemiskinan, kesenjangan (dalam banyak aspek), rawan bencana alam, degradasi lingkungan, dan perubahan iklim. Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini secara efektif, kita harus menumbuhkan budaya ko-kreasi dan kolaborasi antara para pegiat filantropi dan pemangku kepentingan lainnya, seperti lembaga pemerintah, akademisi, dan sektor swasta”.
Melalui ko-kreasi dan kolaborasi aksi kolektif dapat mengoptimalkan kekuatan dan sumber daya kolektif yang ada untuk mencapai dampak yang berkelanjutan. PFI bersama dengan para anggota melalui KFLHK, akan senantiasa memfaslitasi pengembangan jaringan dan kapasitas lembaga filantropi dalam mentranslasikan kebijakan serta tujuan perubahan iklim melalui program dan inisiatifnya. Dengan bersatu, mengumpulkan sumber daya, dan berbagi pengetahuan dan keahlian, kita dapat menciptakan kekuatan yang kuat untuk melakukan perubahan yang berdampak.